![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/13081414079190442003115811-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) sepakat untuk kerjasama pemanfaatan 2 juta hektar lahan tidur dari 183 daerah kabupaten tertinggal untuk diprioritaskan pada pengembangan model pertanian terpadu. Dengan begitu, pertanian yang berbasis peternakan ini bisa mendukung percepatan meretas ketertinggalan daerah kabupaten tertinggal. “Ada rata-rata 20 ribu hektar lahan tidur di setiap kabupaten tertinggal, seharusnya ini bisa dimanfaatkan. Saya menaruh harapan besar pada kampus ini sehingga bisa memberi spirit bagi kampus yang lain agar fungsi tridarma lebih dioptimalkan,” kata Menteri PDT, Helmy Faishal Zaini, sebelum melakukan perpanjangan penandatangan nota kesepahaman kerjasama antara KPDT dengan UGM yang berlangsung di auditorium Fakultas Peternakan UGM, Kamis (14/8).
Helmy menyebutkan saat ini ada 183 daerah kabupaten yang dikategorikan tertinggal. Apabila tidak ada langkah konkret dan dukungan dari pemerintah pusat dan stakeholder, daerah tersebut dikhawatirkan akan terus tetap tertinggal. Pasalnya, dari sisi tingkat daya saing SDM, fasilitas infrastruktur, tingkat aksesibilitas, dan kemampuan fiskal dinilai masih sangat kurang. “Sekitar lebih 70 persen atau 128 kabupaten daerah tertinggal ada di Indonesia bagian timur, 55 kabupaten di bagian barat, dan 27 kabupaten di daerah perbatasan,” ujarnya.
Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan kementerian PDT adalah meningkatkan jumlah Dana Alokasi Khusus bagi setiap daerah tertinggal yang sebelumnya hanya berkisar Rp 20 milyar hingga Rp 30 milyar yang kemudian dinaikkan menjadi Rp 80 milyar. Kenaikan dana bantuan tersebut diharapkan mampu mengenjot pendapatan asli daerah serta mengurangi jumlah angka kemiskinan.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc., mengatakan salah satu program yang dibutuhkan untuk dikembangkan di daerah tertinggal adalah pengembangan peternakan yang berbasis pertanian. Namun begitu, dibutuhkan penataaan tata ruang dalam pengelolaan pengembangan peternakan untuk memanfaatkan lahan tidur tersebut. Menurut Suratman, semua daerah tertinggal berpotensi untuk diarahkan sebagai lumbung ternak yang baru. Selama ini pengembangan pembangunan peternakan lebih banyak di daerah pulau Jawa. “Lumbung ternak sapi terbesar itu ada di Jawa Timur, di masa mendatang bisa dikembangkan di daerah Sulawesi dan luar Jawa lainnya,” katanya.
Meskipun demikian, pengembangan peternakan ini tidak hanya mengandalkan pemerintah dan masyarakat namun juga perlu melibatkan kerjasama pihak swasta dan akademisi. Sementara dari pihak UGM akan melakukan penyuluhan peternakan lewat pengiriman mahasiswa KKN PPM ke berbagai daerah. “Khususnya untuk desa-desa miskin yang mayoritas tinggal di daerah gunung dan pantai,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)