Harga saham selalu bergerak setiap waktu. Harga naik turun, silih berganti. Untuk melindungi saham dari kejatuhan harga dan mengambil laba disaat harga naik, tentu dibutuhkan suatu instrumen.
Instrumen tersebut berupa opsi saham , yaitu suatu kontrak yang memberikan hak (bukan kewajiban) kepada pemilik/pemegang saham untuk membeli atau menjual saham dengan harga tertentu di waktu tertentu. Opsi ini telah dikenal lama, namun secara resmi diperdagangkan di pasar modal pada bulan Oktober 1973 di Chicago Board of Option Exchange (CBOE).
Di Indonesia, opsi mulai diperdagangkan pada September 2004 dengan saham acuan PT Telekomunikasi Indonesia, PT Astra Internasional, PT Bank Central Asia, PT Indofood Sukses Makmur dan PT HM Sampoerna. Opsi ini dikenal sebagai Kontrak Opsi Saham (KOS).
Kata Drs Gunardi MSi, KOS merupakan modifikasi dari opsi tipe Amerika yang diberi Barrier dan jika menyentuh atau melewatinya maka akan terjadi exercise secara otomatis. Acuan KOS adalah harga rata-rata bergerak tertimbang atau Weighted Moving Average (WMA) dihitung berdasar data harga saham selama 30 menit perdagangan.
“Karena KOS menggunakan harga WMA sebagai acuan dan menggunakan Barrier untuk pengendalian keuntungan/kerugian, maka bila melewati barrier dan terjadi exercise otomatis, maka itu kami namakan opsi Indonesia,†ujarnya.
Drs Gunardi MSi dosen FMIPA UGM jurusan Matematika menyampaikan hal itu, saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (7/8). Promovendus mempertahankan desertasi “Penentuan Harga Opsi Indonesia Di Bawah Model Black-Scholes Dan Variansi Gammaâ€dengan bertindak selaku promotor Prof Drs Subanar PhD dan ko-promotor Dr Sri Haryatmi MSc serta Dr JAM Van Der Weide.
Dijelaskannya, harga KOS atau opsi Indonesia selama ini ditentukan berdasar dua komponen yaitu nilai intrinsik dan nilai waktu. Premi KOS = nilai intrinsik + nilai waktu. Dalam penentuan premi atau harga opsi ini tidak memperhatikan perilaku dari harga saham.
“Sehingga menjadi hal menarik ketika menghitung harga opsi dengan memperhatikan perilaku harga saham,†ujarnya lagi.
Dalam penelitiannya, Gunardi melihat harga saham yang digunakan sebagai acuan opsi Indonesia memiliki perilaku return berdistribusi normal. Meski begitu, ada pula yang tidak berdistribusi normal serta memiliki kurtosis lebih dari 3. Dengan demikian dalam desertasinya, dirinya menentukan harga opsi Indonesia dengan menggunakan asumsi model Black-Scholes (BS) untuk return saham berdistribusi normal, dan model Variansi Gamma (VG) untuk yang tidak normal serta kurtosis lebih dari 3.
Hasil penelitian Gunardi menunjukkan, kedua metode ternyata menghasilkan harga opsi yang hampir sama. Penelitian ini berhasil menentukan harga wajar opsi Indonesia untuk asumsi model BS dengan metode harga harapan payoff diperoleh rumus analitik atau closed form. Sedang metode lain, yaitu mentode Binomial, pendekatan Persamaan Differensial Parsial dan metode simulasi Monte Carlo diperoleh hasil nimerik tetapi lebih dekat dengan harga opsi analitik. Sementara berdasar asumsi model Variansi Gamma untuk saham acuan, diperoleh hasil nimerik dengan pendekatan persaman differensial integral parsial dan metode simulasi Monte Carlo.
Dalam ujiannya, pria kelahiran Banyumas 28 Nopember 1965 ini dinyatakan lulus dengan predikat cum laude dan meraih gelar Doktor Bidang Ilmu Matematika. Manfaat dari desertasinya ialah dengan mengetahui harga yang wajar dari suatu opsi akan memberikan informasi ke masyarakat sebagai bahan pertimbangan pada saat ingin membeli atau menjual opsi Indonesia.
“Sehingga dapat melindungi masyarakat dari kerugian karena membeli opsi Indonesia,†tandas Ketua Lab Komputasi Matematika dan statistika FMIPA UGM ini. (Humas UGM).