YOGYAKARTA – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar, menegaskan pengguna dan pecandu narkoba tidak lagi dikenai hukuman penjara, melainkan mereka akan dimasukkan ke dalam pusat rehabilitasi. Saat ini sudah ada 16 rumah sakit di 16 kota besar di seluruh Indonesia yang ditunjuk sebagai pusat rehabilitasi, diantaranya rumah sakit di Aceh, Semarang, Jakarta, Makassar, Ambon, Jambi, Yogyakarta, Batam dan Pontianak. Menurut Anang, keenam belas rumah sakit tersebut dijadikan pilot project. Direncanakan, tahun depan semua rumah sakit milik pemerintah akan dijadikan sebagai pusat rehabilitasi. “Kini peraturannya tengah dibahas dan ditandatangani oleh Presiden,” kata Anang dalam soialisasi Bahaya Narkoba di Ruang multimedia, gedung pusat UGM, Rabu (27/8).
Anang mengatakan semua pengguna dan penyalahgunaan narkoba yang memiliki ketergantungan psikis wajib direhabilitasi. Berdasarkan kesepakatan bersama antar kementerian dan lembaga hukum, negara menjamin semua pengguna dan pecandu narkoba untuk rehabilitasi. “Yang membayar negara, supaya mereka semua sembuh,” katanya.
Peraturan bersama yang disepakati, BNN, Kemenkes, Mahkamah Agung, Kementerian Sosial dan Kemenkumham serta Polri ini diharapkan bisa mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa dari penyalahgunaan narkoba. Seperti diketahui jumlah pengguna narkoba di Indonesia berjumlah kurang lebih 4,2 juta orang. Terdiri 1,1 juta orang coba pakai; 1,9 orang teratur pakai; 1,2 juta pecandu narkoba. “Jika dibiarkan dan tidak direhabilitasi akan jadi masalah kita bersama. Cara pendekatannya pun berbeda, kelas berat ada rawat inap, terlanjur pakai bisa rawat jalan dan konseling, yang baru coba pakai kita libatkan komunitas, keluarga dan ahli agar segera bisa sembuh,” ungkapnya.
Selain untuk mengurangi jumlah penguna narkoba, aturan ini diharapkan mampu mengurangi jumlah tahanan atau napi narkoba. Faktanya ada 18.905 tahanan narkoba yang berada di lapas. Di lapas sendiri menurut Anang tidak menutup kemungkinan dijadikan ‘pabrik’ narkoba. “Di sana ada demand (permintaan-red). Selain kerugian sosial, ekonomi dan tentu juga masa depan mereka,” paparnya.
Psikolog UGM, Prof . Dr. Koentjoro, dalam pemaparannya mengatakan upaya untuk mengantisipasi peredaran narkoba di lingkungan kampus tidak hanya menjadi urusan mahasiswa melainkan perlu melibatkan kerjasama antara dosen, karyawan dan alumni. “Jika ada bandar yang coba masuk kampus bisa langsung ditindak,” tegasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)