Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan Indonesia butuh revolusi energi. Sebab, kondisi Indonesia berada di jaman penjajahan BBM.
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia naik tinggi tiap tahun. Hampir 10.000 kendaraan bermotor bertambah tiap tahun, tidak sebanding dengan dengan produksi minyak yang terus turun. Akibatnya terus terjadi kekurangan minyak dan persoalan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) setiap tahun.
“Kita ini hidup seperti di zaman penjajahan BBM. Bukan Black Berry Messenger tapi bahan bakar minyak karena pemakaiannya terus naik. Padahal produksi minyak terus menurun, berarti kita terus dijajah oleh BBM,” kata Dahlan Iskan saat ceramah di Kuliah Perdana Program Pascasarjana UGM, di gedung Grha Sabha Pramana, Rabu (27/8).
Kata Dahlan Iskan, Indonesia setiap tahun menghadapi persoalan BBM. Sementara produksi bahan bakar yang terus naik adalah gas alam. Produk gas alam ini masih naik terus, namun muncul permasalahan bagaimana caranya agar BBM beralih ke gas.
Menurut Dahlan, banyak sekali kesulitan yang dihadapi. Pertama produksi gas berlokasi jauh, misal di Tangguh (Papua) yang merupakan daerah terpencil. Sedangkan kendaraan bermotor paling banyak di Pulau Jawa dan Sumatera.
“Gasnya ada di Papua. Tentu, menjadi tantangan tersendiri, bagaimana cara membawa gas dari tempat-tempat jauh ke pusat-pusat penggunaan gas seperti di Jawa. Hambatan lainnya adalah infrastruktur angkutan gas, bagaimana membawa gas,” katanya.
Salah satu cara membawa gas tersebut, menurut Dahlan, dengan mencairkan atau didinginkan dengan suhu minus 160 derajat. Gas menjadi benda cair terus diangkut dengan kapal khusus. Namun biaya pengirimannya mahal sekali, karena kapal pun dengan desain khusus.
Setelah tiba di Jawa dioleh kembali menjadi gas lagi. Langkah itu sebagai salah satu cara jika jarak tempuh kurang dari 1.500 km, misal dari Tangguh ke Jawa atau dari Tangguh ke Jepang atau dari Bontang ke Jepang.
Cara kedua, ungkapnya, gas dipadatkan sehingga satu tabung yang biasa memuat 100 meter kubik, bisa menggunakan satu tabung yang sama tapi memuat 400 meter kubik. Dengan cara dipadatkan atau di-press, tabung harus kuat sekali agar tidak meledak.
“Nah, tabung itulah yang mestinya diproduksi secara massal. Sehingga kapal-kapal, kereta api, mobil, truk-truk besar, truk yang di tambang, sudah saatnya tidak menggunakan BBM lagi, tetapi menggunakan gas. Hambatan selama ini harga tabung masih terlalu mahal dan orang-orang pun masih takut jangan-jangan meledak,” ungkapnya.
Karena itu, Dahlan mengapresiasi penemuan dosen UGM yang mampu menghasilkan alat mengurangi tekanan tanpa mengurangi volume. Tabung dengan isi 400 kubik tekanan 200 bar, mampu diubah menjadi bertekanan 30 bar.
“Sesungguhnya saya tidak berharap 30 bar, 60 bar pun itu sudah cukup luar biasa. Harga tabung pun bisa lebih murah, karena tidak perlu menggunakan tabung istimewa dan orang tidak takut lagi karena tekanan tidak terlalu tinggi,” tambahnya.
Dalam hal ini, BUMN siap menjadi pelopor misalnya kapal-kapal BUMN akan menggunakan gas-gas itu. Karena cara-cara itu akan mengurangi subsidi yang mencapai BBM 300 Triliun. “Dengan cara-cara ini, tentu ini langsung bisa berkurang puluhan triliun,” katanya.
Direktur Akademik UGM, Dr.Agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih menyatakan Universitas Gadjah Mada pada Tahun Akademik 2014/2015 menerima sebanyak 4.246 mahasiswa baru program pascasarjana di 86 program studi S2, 27 program spesialis dan 41 program studi S3. Dari 4.246 mahasiswa, sebanyak 3.691 kuliah di program S2, 380 di program S3 dan 175 di program spesialis Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi.
“Di tahun ini UGM menerima mahasiswa asing yang berasal dari 18 negara yang tersebar di empat benua, Afrika, Amerika, eropa dan Asia,” katanya. (Humas UGM/ Agung)