• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • PUKAT Korupsi UGM Desak Presiden Terpilih Bentuk Kabinet Anti Korupsi

PUKAT Korupsi UGM Desak Presiden Terpilih Bentuk Kabinet Anti Korupsi

  • 09 September 2014, 13:16 WIB
  • Oleh: Ika
  • 3544
 PUKAT Korupsi UGM Desak Presiden Terpilih Bentuk Kabinet Anti Korupsi

Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi UGM mendesak presiden terpilih periode 2014-2019 untuk menyusun kabinet pemerintahan yang bebas korupsi. Langkah awal dengan memilih bakal calon menteri yang  tidak tersangkut kasus pidana untuk meminimalisir lahirnya menteri atau kementrian yang bermasalah di masa mendatang

“Saat ini merupakan momentum untuk pembentukan kabinet anti korupsi. Kabinet ini jangan mengakomodasi calon yang dulunya pernah menjadi terpidana,” tegas Direktur Eksekutif Pukat korupsi UGM, Hasrul Halili, kepada wartawan Selasa (9/9).

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22 ayat 2 dan pasal 23 UUD 1945 bakal calon menteri adalah individu yang tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Dengan ketentuan undang-undang tersebut, maka calon menteri harus seseorang yang tidak memiliki catatan pidana.

“Para kandidat yang memiliki catatan korupsi atau diduga korupsi, termasuk pelanggaran HAM, perdagangan orang, kasus narkoba atau tindak pidana lainnya secara otomatis tidak bisa menduduki kursi kementrian atau lembaga,” jelasnya.

Hasrul menyebutkan pembentukan kabinet anti korupsi bisa dilakukan dengan meminimalisir praktik transaksional antara partai dengan presiden yakni dengan tidak memilih menteri dari kalangan partai politik. Pasalnya dari catatan terhadap pemerintahan SBY selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2014 menunjukkan setidaknya terdapat tiga menteri aktif yang ditetapkan sebagai transaksi korupsi merupakan pejabat struktural di partai politik. Sebut saja Andi Malarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga yang terjerat kasus korupsi Hambalang. Lalu Suryadhrama Ali, Menteri Agama yang tersangkut kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Belum lama, Jero Wacik, Menteri ESDM yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pemerasan dan penyelenggaraan kegiatan fiktif di internal Kementrian ESDM.

“Dalam UU No 39 Tahun 2008 memang tidak melarang presiden terpilih mengambil kandidat menteri dari unsur parpol. Namun sedapat mungkin mengeliminasi akses parpol dalam kabinet mendatang agar tidak terjebak dalam politik transaksi,” tandasnya.

Dalam menyaring kandidat menteri, disampaikan Hasrul presiden sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan integritas bakal calon menteri saja. Presiden juga harus memperhatikan penerimaan publik. Apabila calon menteri, meskipun bukan dari parpol, tetapi pernah terlibat kasus yang diancam hukuman lima tahun atau tindakan asusila harus dikeluarkan sebagai bakal calon menteri.

“Presiden terpilih juga harus memperhatikan kapabilitas kandidat menteri, yang tidak  menguasai bidang kementrian harusnya tidak bisa menduduki kursi bakal calon menteri. Hal ini untuk mengurangi tawaran parpol yang ingin menempatkan elitenya dalam kementrian tertentu,”paparnya.

Pernyataan senada disampaikan Hifdzil Alim, peneliti pukat korupsi lainnya. Menurutnya  dalam pemilihan calon menteri nantinya, presiden terpilih sebaiknya tidak banyak mengambil kandidat dari unsur partai politik, namun dari jalur profesional.  Mengingat dalam UU No 2 Tahun 2011 yang masih memberikan ruang bagi partai politik untuk mengumpulkan dana bagi kelangsungan partai dari anggotanya. Dalam ketentuan pasal 34 ayat 1 memberikan jalur hukum bagai partai politik untuk mengambil dana dari masing-masing anggota dengan cara membayar iuran wajib.

“Asumsinya, ketika ada menteri dari partai politik, lalu partai butuh dana, maka partai bisa menjadikan menteri sebagai ATM,” jelasnya.

Apabila dana yang dibutuhkan partai berjumlah besar, dikatakan Hifdzil terdapat kemungkinan menteri yang bersangkutan akan mengambil dana dengan menaikan nilai anggaran kegiatan. Bahkan membuat kegiatan fiktif untuk memperoleh dana  untuk partainya.

“Dengan begitu korupsi akan sulit dicegah dalam kementrian yang menterinya dari parpol,” terangnya.

Karenanya ditegaskan kembali oleh Hifdzil dalam memilih calon menteri nantinya presiden terpilih sebaiknya mengambil dari kalangan profesional. Apabila terpaksa memilih dari unsur partai politik adalah pilihan terakhir.

“Bisa menciderai undang-undang kalau kami melarang presiden terpilih nantinya memilih dari unsur parpol. Namun alangkah baiknya jika memilih dari jalur profesional karena akan menjauhkan presiden dari kemungkinan lahirnya menteri atau kementrian bermasalah di kemudian hari,” katanya. (Humas UGM/Ika)

Berita Terkait

  • PUKAT Korupsi UGM Desak Presiden Terpilih Bentuk Kabinet Anti Korupsi

    Tuesday,09 September 2014 - 13:16
  • Jelang Pemilu 2014, Korupsi Politik Kian Rawan

    Friday,20 January 2012 - 6:29
  • Evaluasi 100 Hari SBY-Boediono: Upaya Pemberantasan Korupsi Belum Strategis dan Terencana

    Tuesday,02 February 2010 - 14:10
  • Dosen Hukum Didesak untuk Tidak Jadi Saksi Ahli dalam Perkara Kasus Korupsi

    Thursday,11 December 2008 - 18:51
  • Pukat Korupsi UGM Desak PPATK Telusuri Dana Pemilu Parpol

    Thursday,10 January 2013 - 14:33

Rilis Berita

  • Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Pers Harus Independen 09 February 2023
    Kondisi saat ini memperlihatkan banyak persoalan yang sedang dialami insan pers. Terlebih menghad
    Agung
  • Psikolog UGM Bagikan Tips Atasi People Pleaser 09 February 2023
    People pleaser menjadi istilah yang kerap digunakan masyarakat untuk melabeli seseorang yang tida
    Ika
  • FH UGM Gelar Konferensi Internasional Soal Problem Hukum di Era Pasca Pandemi 09 February 2023
    Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menggelar konferensi intern
    Gusti
  • UGM Jamin Tidak Ada Mahasiswa Berhenti Kuliah Karena Persoalan Biaya 09 February 2023
    Universitas Gadjah Mada berkomitmen mendukung para mahasiswa untuk dapat menjalani perkuliahan hi
    Satria
  • Pukat UGM Sesalkan Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia 08 February 2023
    Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kur
    Gusti

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual