Yogya, KU
UGM akan membentuk Posko Penanggulangan Bencana Banjir di Sragen dan Ngawi dalam rangka membantu dan meringankan beban masyarakat yang menjadi korban banjir. Hal ini ditegaskan oleh koordinator posko penanggulangan bencana banjir Sragen dan Ngawi dari LPPM UGM Dr Irkham Widiyono kepada wartawan saat meninjau lokasi korban bencana banjir , Senin (31/12).
Menurut Irkham, hasil peninjauan langsung ini untuk mengetahui secara langsung perkembangan kedua daerah tersebut setelah dilanda bencana banjir pada Rabu (26/12) yang lalu.
“Rencananya pada minggu ini nanti, kita akan membangun posko utama bencana dan mengirim bantuan langsung ke Sragen dan Ngawi, ” katanya.
Diakui Irkham, saat ini yang perlu dibutuhkan oleh masyarakat adalah bantuan logistik dan bantuan obat-obatan serta fasilitas pendidikan belajar untuk anak-anak sekolah.
Kepala pelaksana harian penanggulangan bencana Pemkab Sragen Wangsit Sukono, S.Sos MM saat menerima kedatangan rombongan tim peduli bencana UGM mengungkapkan bencana banjir menyebabkan sebanyak 9491 rumah terendam banjir yang melanda 97 desa, 257 rumah roboh, sebanyak 7983 hektar lahan sawah terendam banjir dan 42137 penduduk mengungsi.
Sementara ini, meski air sudah mulai surut namun masih ada 10 kecamatan yang masih terendam banjir. Diantaranya Kecamatan Sambung Macan, Plupuh, Sragen, Ngempal, Masaran, Tanon, Sukodono, Ngerampal, Jenar dan Sidoharjo.
“Kecamatan Sragen dan Sidoharjo merupakan yang paling parah, kini ketinggian air masih sampai 3,5 meter,†katanya.
Dikatakan Wangsit, sekitar 40 ribuan pengungsi sudah dievakuasikan ke daerah tempat yang lebih tinggi akibat rumah mereka yang masih tergenang.
“Di tempat itu kita buat posko dapur umum, logistik dan kesehatan,†ujarnya.
Wangsit menjelaskan, penyebab banjir di Sragen akibat meluapnya sungai Bengawan Solo karena pintu air di waduk gajah mungkur dibuka. Dibukanya pintu waduk gajah mungkur akibat elevasi air yang naik.
“Di Sragen sendiri yang banyak terkena banjir yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Bengawan solo,†katanya.
Menurut wangsit, kendala terbesar yang dihadapi dalam proses evakuasi korban saat banjir datang adalah sulitnya medan, karena tingginya air dengan arus cukup deras. Maka untuk mengantisipasi kedatangan banjir selanjutnya, pemkab sudah sudah menyiapkan perahu karet sebanyak 21 buah dari bantuan pihak luar.
“Sebenarnya idealnya perahu karet ini sekitar 30-an mengingat luasnya air genangan yang ada di Sragen ini, kemarin surut, tapi hari ini ketinggian air seperti posisi semula (saat bencana),†katanya.
Dirinya belum bisa memprediksikan sampai berapa lama bencana banjir ini akan akan berhenti mengingat luapan air sungai yang naik turun. Dari pemerintah daerah sendiri tindakan yang sudah dilakukan dengan membuat lokasi evakuasi dan membentuk posko-posko di setiap kecamatan.
Kabag Humas Pemkab Sragen Pudarwanto menjelaskan kepada rombongan tim dari UGM yang terdiri dari LPPM UGM, UKM Pramuka, UKM Mapagama, UKM Menwa menyampaikan bahwa sampai saat ini jumlah korban yang meninggal dunia sebanyak lima orang.
Sedangkan bencana banjir yang melanda daerah Ngawi dilaporkan 23 orang meninggal dunia, 76 desa dan 5439 hektar areal persawahan terendam banjir. Meski dilaporkan air sudah mulai surut namun bantuan logistik, bantuan kesehatan masih tetap dibutuhkan.
“Saat ini kita membutuhkan bantuan logistik, obat-obatan dan bantuan tim kesehatan. Sedangkan untuk memperbaiki fasilitas umum, kita akan berpikir bersama nantinya. Termasuk apa yang bisa dilakukan UGM untuk kita, jika bisa bantuan secara fisik, atau mengirim tenaga kordinator semisal mahasiswa KKN yang bisa kita ajak untuk dandani rumah-rumah penduduk yang rusak atau memperbaiki berbagai fasilitas umum,†kata Wakil Bupati Ngawi Ir Budi Sulistiono.
Dikatakan Budi sulistiono, sekarang ini di desa-desa membutuhkan motivator-motivator dalam rangka membangun kembali desanya yang hancur akibat banjir.
Diungkapkan oleh Budi, bencana banjir di Ngawi ini berasal dari dua sumber utama banjir. Pertama, dari wilayah timur sumber air berasal dari Ponorogo, Madiun, Magetan dan sekitarnya. Kedua, dari wilayah barat sumber utama air berasal dari Gajah Mungkur.
“Sekarang ini khan wilayah timur trennya sudah mulai mengering namun di wilayah barat trennya naik karena dibuka pintu air dan curah hujannya masih cukup besar,†jelasnya.
Menurutnya, jika bencana banjir ini sudah berhenti maka proses pemulihan diperlukan waktu sekitar satu dua bulan guna memperbaiki rumah yang rusak. Sedangkan untuk memperbaiki fasilitas umum berupa jalan dan bangunan sekolah yang rusak diperlukan waktu sedikitnya satu tahun.
“Sumber utama ekonomi masyarakat kita berasal dari sektor pertanian, hampir 90 ribu hektar sawah yang terendam banjir dan itu harus ditanam ulang, bagaimana mereka tidak berat, mungkin masalah terbesar mereka sekarang bagaimana memperbaiki rumah mereka dulu, agar masih bisa ditempati lagi,†ujarnya.
Salah satu korban, Muhammad Anwar (62) yang berada di tinggal di bantaran sungai di kelurahan ketanggih, Kabupaten Ngawi mengaku bahwa bencana banjir kali ini merupakan yang terbesar dialaminya selama menempati rumahnya sejak tahun 1972.
“Biasanya nggak sampai sebesar ini, dulu hanya sampai 40 cm,†kata pensiunan pegawai kantor pengadilan ini.
Menurut Bapak tiga anak ini, saat kejadian ketinggian air mencapai atap rumahnya dan baru empat hari air mulai surut. Selama empat hari pula, dirinya mengungsi ke tempat penampungan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)