![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/22091414113848291606259663-777x510.jpg)
YOGYAKARTA – Peneliti penyakit Avian Influenza (AI) dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Dr. drh. Haryadi Wibowo, MP.,mengatakan vaksinasi menjadi langkah efektif dalam menanggulangi wabah penyakit Avian Influenza (AI) pada kelompok unggas. Pasalnya sampai saat ini infeksi virus AI menjadi penyebab kematian terbesar unggas di sejumlah usaha peternakan unggas di Indonesia. Bahkan wabah penyakit tersebut sering kali menjadi kendala bagi terhambatnya ekspor hasil perunggasan dan ketakutan konsumen mengkonsumsi daging dan telur karena potensi zoonotik virus AI tersebut.
Menurut Haryadi, peternakan yang tidak pernah melakukan vaksinasi, kasus AI dapat menyebabkan kematian unggas hingga 70 persen,”Peternakan yang melakukan vaksinasi, umumnya kematian unggas yang ditimbulkan sangat rendah, kurang dari 5 %,” kata Haryadi dalam menyampaikan penelitiannya mengenai perkembangan penyakit AI dan tantangan bagi usaha perunggasan di Indonesia, Senin (22/9). Pidato ilmiah ini disampaikan Haryadi dalam rangka puncak rangkaian kegiatan Dies ke-68 FKH UGM.
Dalam kesempatan tersebut Haryadi menegaskan vaksinasi dipandang sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap penyakit AI dan mengurangi risiko bagi populasi unggas peka. “Meskipun vaksinasi telah dipilih sebagai strategi pengendalian, tetapi di kalangan peternak vaksinasi dianggap program coba-coba oleh peternak,” imbuhnya.
Kendati kasus mewabahnya AI masih sering terjadi secara sporadik di beberapa daerah di Indonesia, dalam hal sisi jumlah, kata Haryadi, kasus AI cenderung mengalami penurunan. Namun dengan masih sering munculnya penyakit AI, menurut penilaian dosen bagian mikrobiologi dan virologi ini disebabkan diabaikannya praktek biosekuriti di lingkungan peternakan. “Di lapangan banyak dijumpai kotak-kotak telur yang keluar masuk peternakan tanpa dilakukan desinfeksi yang memadai. Lalu lintas unggas sejauh ini juga belum dapat dikendalikan sepenuhnya,” ujarnya.
Transportasi unggas dari farm ke pasar unggas hidup dan depo penjualan ayam memungkinkan terjadi transmisi dan propagasi virus AI. Mata rantai transmisi tersebut perlu mendapatkan penanganan tersendiri. “Hanya ayam yang sehat dan tidak membawa virus saja sebenarnya yang boleh ditransportasi keluar daerah,” katanya.
Belum lama ini, kata Haryadi, di Indonesia juga ditemukan virus AI Sub sub clade 2.3.2 yang secara khusus sangat patogenik pada itik. Virus AI clade baru ini bersirkulasi di sejumlah peternakan, “Sejauh ini belum ada data efikasi dan proteksi vaksin AI yang beredar, vaksinnya pun masih sangat terbatas dan sulit diakses oleh peternak,” ujarnya.
Haryadi menilai kebijakan pemerintah dalam manajemen kesehatan unggas sudah saatnya perlu diperbaiki karena tidak seiramanaya program vaksinasi di antara peternak dalam lingkungan yang sama. Akibatknya ayam dalam farm mempunyai titer antibodi yang bervariasi. “Perlu dikembangkan konsep keseragaman imunitas dalam kawasan peternakan,” terangnya.
Tidak kalah penting, tambahnya, sanitasi dan desinfeksi merupakan konsep kesehatan unggas yang harus selalu ditingkatkan kualitasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)