Dinas Kebudayaan DIY bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) akan menggelar Drama Kolosal Sumantri-Sukrasana Njemparing Rasa, Menarik Busur Sejarah Membidik Masa Depan pada Minggu 12 Oktober 2014 di lapangan Grha Sbha Pramana Bulaksumur. Naskah drama ditulis seniman-seniman Yogyakarta, diantaranya Whanny Darmawan, Bondan Nusantara, Punthung CM Pudjadi, Indra Tranggono, Susilo Nugroho, Suharno, Faruk HT, dan lain-lain dengan mengusung tema “Keistimewaan Yogyakarta Sebagai Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa”.
Naskah Sumantri-Sukrasana menyajikan sesuatu yang berbeda dari naskah-naskah drama sebelumnya. Dimana cerita terkait lintasan ruang dan waktu, semua tokoh merefleksikan kehidupan manusia saat ini.
“Waktu disimbolkan dari tokoh Kala. Ruang diwakili oleh Sukrasana, adik Sumantri. Ceritanya Sukrasana mau mengabdi kepada Prabu Arjuna Sasrabahu untuk melawan siapapun agar bisa menyunting Citrawati. Ketika Kala dan Sukrasana sedang berdialog, mereka saling berebut perhatian manusia. Padahal, mereka sama-sama mengikat manusia,” kata Hasta Indriana, salah satu aktor yang terlibat dalam pementasan nanti, di UGM, Selasa (23/9).
Anes Prabu Sadjarwo, selaku sutradara menjelaskan drama kolosal akan di pentaskan secara outdor dengan menggabungkan beberapa unsur kesenian. Pentas dengan penggabungan video multimedia, tari, gamelan, teater, seni tradisi, musik, dan kesenian lainnya. Konsep artistik panggung memakai background berwarna hijau disertai busur menghadap ke atas dengan kuncup bunga padma.
Secara artistik, kata Anes Prabu Sadjarwo, pementasan nantinya akan melibatkan penata-penata mumpuni di bidangnya. Penata-penata tersebut antara lain, penata lakon Sugito HS, penata lampu Wahyu Hidayat, penata tari Surono, penata iringan Fajar Tri Sabdono, penata artistik Beni Wardoyo, penata multimedia Syaiful Uyun, dan penata rias Ester Krisnawati.
“Waktu adalah persoalan yang dihadapi oleh setiap manusia, dan waktu dapat disikapi dengan diam menunggu, atau berbuat sesuatu untuk perubahan”, ujarnya.
Proses latihan telah dimulai sejak awal September di PKKH UGM dengan melibatkan kurang lebih 110 seniman muda Yogyakarta. Diantaranya Ndaru Murtopo, Annisa Hertami, Ahmad Jalidu, Hasta Indriyana, Catur Stanis, Sapta Sutrisno, Mustain, Agustine Pandhuniawati, Febrinawan, Irfanuddien, Windhi, Rendra Bagus, Arif Gogon Kurniawan, Ahmad Hasfi, dan Sandro Sandoro.
“Latihan yang seharusnya hanya 10 kali, ditambah menjadi 25 kali secara intensif demi hasil yang maksimal. Kendalanya karena pertunjukkan ini tidak hanya melibatkan satu kelompok teater, tetapi dari berbagai komunitas sehingga sulit untuk menyamakan waktu ketika latihan karena kesibukan masing-masing,” papar Anes.
Drama kolosal didukung tidak kurang dari 250 pelaku seni Yogyakarta, ini diharapkan menjadi “Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa”. Dengan begitu, pementasan ini diharapkan dapat melahirkan orang-orang yang tidak hanya menunggu mendapat perintah, tetapi sanggup bertindak untuk mencapai perubahan. (Humas UGM/ Agung)