YOGYAKARTA – Kebijakan pemanfaatan ruang perlu diimpelemetasikan untuk mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan bangunan yang berisiko dapat mengganggu ketahanan pangan dan hilanganya daerah resapan air. Demikian yang mengemuka dalam penelitian perubahan alih fungsi lahan di DAS Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, yang dilakukan oleh Dosen Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Ir. Jooudie Nooldie Luntungan, M.Si., Sabtu (27/9), pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Geografi. Bertindak selaku promotor, Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S., Ko-Promotor Prof. Dr. Suratman, M,Sc., dan Dr. Slamet Suprayogi, M.S.
Dari hasil citra penginderaan jauh, kata Luntungan, ekspansi permukiman terhadap lahan sawah sulit dibendung akibat pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan lahan akan pemukiman. “Kebijakan pemerintah dalam hal ini diperlukan untuk mengatasi alih fungsi lahan ini,” kata Luntungan.
Sementara apabila lahan sawah tetap dipertahankan maka terdapat permasalahan lain di danau Tondanao yakni eitrofikasi dan sedimentasi aibat pupuk anorganik yang sangat tinggi serta pengolahan sawah yang dinilai tidak tepat dalam konsep sistem pertanian lestari.
Dari foto udara skala 1:20.000 juga diketahui tingkat kesesuaian lahan yang tergolong sesuai untuk padi sawah sebesar 80%, sedangkan untuk komoditas lainnya seperti jagung, tomat, cabe, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, ubi jalar, kubis, wortel, kentang, cengkeh, dan balinili sekitar 66%. “Lahan yang tergolong sesuai untuk komopditas pertanian mencapai 81%,” katanya.
Berdasarkan hasil simulasi model dinamika spasial, Luntungan mengatakan sistem pertanian lestari sangat diperlukan dalam pengaturan penggunaan pupuk dengan teknologi pemupukan berimbang yang bersifat spesifik lokasi, pengunaan pupuk organik, dan penerapan sistem pertanian terpadu. (Humas UGM/Gusti Grehenson)