Air merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari hidup kita dan banyak manfaatnya, misalnya untuk minum, mandi, mencuci, irigasi, dan mengisi kolam dan sebagainya. Air bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, dalam gerakannya tersebut ternyata air dapat berubah bentuk (perubahan bentuk molekul air). Perubahan bentuk air yang bersifat adaptif tersebut tidak hanya dapat dilihat secara visual dengan mata kita, namun sifat molecular air hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Air dapat digunakan sebagai indikator kerusakan lingkungan, sebenarnya manusia dapat membaca indikator perubahan bentuk air tersebut berasal dari energi lingkungan maupun manusia. Di permukaan bumi ini air dapat menetralkan penyakit dan racun, namun disisi lain air juga dapat menjadi mala-petaka, akibat banjir, kekeringan atau kekurangan air bersih, serta menurunnya kualitas air. Hal tersebut dikemukakan Prof. Dr. H. Totok Gunawan, M.Sc saat melakukan Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Geografi pada hari Kamis, 21 Juli 2005 di Balai Senat UGM.
Menurut Ketua Lab. Penginderaan Jauh Terapan Fak. Geografi UGM, dengan teknologi-budaya yang dikuasai, disamping mampu membaca indikator perubahan bentuk air tersebut, manusia mampu mendeteksi letak spasial-temporal (dimana dan kapan) air itu mulai terjadi perubahan, mengingat air itu bersifat adaptif dan dinamik. Perkembangan alih fungsi lahan yang sangat pesat akhir-akhir ini mampu mengubah energi lingkungan (dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun atau perumahan). Kecepatan perubahan alih fungsi lahan yang sangat pesat tersebut tidak dapat diimbangi dengan survei lapangan secara terestris. “Teknologi penginderaan jauh (Remote Sensing) merupakan teknologi baru (mutakhir) yang dirancang untuk mengindera bumi dari jarak jauh (menggunakan pesawat udara dan atau satelit) guna mengimbangi kecepatan perubahan objek dinamk di permukaan bumi,” ungkap Prof. Totok.
Dalam pidato berjudul “Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air” Prof. Totok mengatakan bahwa penginderaan jauh fotografi dipotret dari pesawat udara menghasilkan gambaran permukaan bumi mirip dengan kenyataan sebenarnya di lapangan. Aplikasi foto udara untuk survei dan pemetaan sumberdaya alam telah mencapai tingkat implementasi dan prospektif. Penginderaan jauh non fotografi direkam menggunakan wahana satelit menghasilkan citra satelit resolusi (spasial, dan temporal, radiometrik) tinggi dapat meningkatkan kemampuan penyadapan data. “Melalui pemrosesan citra digital (digital image processing) lobi meningkatkan kemampuan analisis citra melalui berbagai gambaran pola spectral (citra saluran tunggal maupun citra komposit berwarna),” tutur Ketua Pengelola Program Magister Pengelolaan Lingkungan (MPL) Fak. Geografi UGM ini.
Dijelaskan Prof. Totok bahwa analisis citra digital multispektral mengahsilkan layer-layer data tematik yang dapat diujudkan dalam bentuk basis data (database). Integrasi data pengindaraan jauh dengan data grafis dan data atribut lain dapat dilakukan melalaui teknologi sistem informasi geografis (SIG). Integrasi penginderaan jauh dan SIG merupakan metode baru yang luar biasa dalam hal manajemen informasi geografis untuk pemodelan spasial. Metode baru ini sangat efektif dalam pengelolaan sumberdaya air. “Melalui pendekatan satuan daerah aliran sungai (DAS) pengelolaan sumberdaya iar sungai dapat dianalisis melalui tiga area fungsional, yaitu zone produksi, zone transport, dan zona deposisi. Pendekatan “one watershed one plan” mampu mengefektifkan besarnya “debit andalan” ke seluruh DAS dengan mendasarkan pada prinsip manajemen DAS terpadu,” kata ayah 3 putra ini.
Lebih lanjut Wakil Ketua PUSPIC UGM ini mengungkapkan bahwa citra satelit Landsat ETM+ (Enhanced Thematic Mapper+) dan SPOT merupakan citra berskala kecil (>1: 5.000) mempunyai resolusi temporal tinggi sangat efektif untuk pemantauan alih fungsi lahan dinamik (lahan pertanian menjadi lahan perumahan kota). Maraknya aktivitas pengeringan lahan sawah menjadi lahan perumahan merupakan salah satu dampak eksploitasi lingkungan hidup yang paling mencolok di wilayah DIY akhir-akhir ini. “Pemantauan konservasi lahan (lokal) yang sangat cepat di wilayah kota sangat sukar diikuti secara terestris, pemanfaatan citra satelit IKONOS dan Quickbird yang mempunyai resolusi temporal tinggi mampu mengikuti kecepatan perubahan lahan tersebut. Perubahan bentuk penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan perumahan, berarti mengubah energi lingkungan yang semula berfungsi meresapkan air ke dalam lapisan tanah berubah fungsi memicu debit limpasan,” kata suami dari Dr. Ir. Rini Widiati, MS ini.
Prof. Totok juga menambahkan, pemanfaatan citra IKONOS dan Quickbird sangat efektif untuk menyusun model pencemaran sungai yang membelah kota, seperti sungai Code wilayah kota Yogyakarta. Data yang disadap dari citra meliputi data kepadatan rumah, data permukiman kumuh (slump area), drainase kota, topografi dan perubahan kelerengan kota disusun dalam bentuk basis data. Integrasi SIG dengan model pencemaran pada setiap penggal sungai dapat ditampilkan dengan pola-pola kombinasi warna sehingga dapat diasumsikan sumber asal polutan dari satuan tata guna lahan kota. Manajemen pembuangan sampah dan limbah kota serta pengelolaan debit andalan sungai Code-Boyong yang dimasukkan ke dalam model pencemaran, akan menghasilkan sungai Code bersih dan sehat sebagai wisata sungai. “Sistem informasi manajemen (SIM) DAS Code-Boyong dapat berkelanjutan jika ditunjang oleh sinkronisasi komitmen antara Bupati Sleman, Walikota Yogyakarta, dan Bupati Bantul serta tidak kalah penting keterlibatan masyarakat,” ujar ayah 3 putra ini. .
Dengan demikian Guru Besar kelahiran Klaten, 3 Januari 1951 ini menyarankan bahwa teknologi penginderaan jauh dalam pengelolaan sumberdaya air sebenarnya cukup potensil dan prospektif dalam membantu pemecahan masalah lingkungan, sehingga seringkali konflik kepentingan penatagunaan lahan yang terkait dengan kejadian hidrologi (banjir, longsor tebing sungai) terjadi saling menyalahkan antar Kepala Wilayah otonomi daerah, padahal dengan sistem insentif-disinsentif sudah dapat terselesaikan dengan damai, tanpa harus adu argumentasi. (Humas UGM)