![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/0810141412754759590856340-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Mantan Ketua Komisi Bioetika Nasional sekaligus Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Umar Anggoro Jenie, M.Sc., Apt., mengimbau pengambil kebijakan perlu meneguhkan kembali etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasalnya ada kecenderungan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin ditinggalkan karena kepentingan pribadi dan kelompok yang lebih diutamakan. Sementara kepentingan rakyat sebagai kepentingan yang lebih luas justru ditinggalkan. “Sehingga yang muncul adalah aku dan kami, bukan kita,” kata Umar Anggoro Jenie, Rabu (8/10).
Mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, menilai bangsa ini membutuhkan sosok-sosok negarawan baru yang lebih mementingkan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan pribadi dan golongan. Jenie, demikian ia akrab disapa, mengaku prihatin dari sikap bagi para pengambil kebijakan yang lebih mementingkan kelompok. Tidak dilandasi etika dan moral yang kuat menyebakan banyak birokrat, pejabat dan kepala daerah yang tersangkut masalah korupsi. “Kita mengingatkan kembali tugas pemerintah, etika mendasari segalanya, tapi etika yang baik sudah barang tentu mengedepankan moralitas yang baik,” katanya.
Lebih jauh Jenie menjelakan, fungsi utama etika adalah memandu setiap pengambil keputusan dalam menerapkan perilaku terhadap kehidupan sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan makhluk hidup yang lain. Meski demikian, kata Jenie, peneguhan dan penegakan etika harus dilakukan melalui wahana pendidikan baik formal, informal maupun non formal, dimulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Jenie menjelaskan para pakar UGM dari bidang bioetika telah menghasilkan lima prinsip etika untuk disampaikan kepada pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam rangka meneguhkan kembali etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelima prinsip etika itu dinamakan Panca Nitiwidyasila, yakni ketuhanan, saling menghormati, tidak meninggalkan keburukan, menjalin hubungan saling bermanfaat, dan selalu bersikap adil. “Keprihatinan kita, banyak etika yang tidak dijalankan atau bahkan dilanggar baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Yang disengaja akan masuk ranah hukum, sedangkan yang tidak disengaja disebabkan karena ketidaktahuan,” ungkapnya.
Gagasan Lima Prinsip Etika ini kata Jenie merupakan bagian dari Buku Putih Sapta Adicitta UGM sebagai masukan yang akan disampaikan kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk dijadikan rujukan dalam menjalankan prinsip etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Humas UGM/Gusti Grehenson)