Degradasi budaya di Indonesia dinilai sudah cukup mengkhawatirkan baik fisik maupun non-fisik. Dengan demikian dibutuhkan upaya pemajuan kebudayaan yang bersifat pragmatik, holistik, dan sinergis. Hal ini ditegaskan oleh staf pengajar FISIPOL UGM, Bambang Sunaryo, M.Si pada “Seminar Nasional Tata Kelola Kebudayaan sebagai bentuk Strategi Kebudayaan” di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (9/10). Salah satu bentuk degradasi budaya antara lain pornografi yang telah berkembang secara terbuka, termasuk di internet.
“Sayangnya berbagai dampak negatif dan ancaman terhadap eksistensi serta ketahanan unsur-unsur kebudayaan di masyarakat cenderung dilihat sebagai persoalan hilir,” tutur Bambang.
Ia menambahkan persoalan hulu yang menyebabkan terjadinya degradasi kebudayaan seperti modal sosial sejauh ini tidak pernah dilihat. Ancaman terhadap eksistensi kebudayaan lebih banyak dilihat dari sisi hilir semata. Bambang mencontohkan lingkungan sekolah maupun keluarga di Indonesia diharapkan tidak hanya fokus pada upaya pencerdasan secara kognitif namun juga sosial.
“Jangan hanya kecerdasan kognitif tapi juga sosial,”katanya.
Melihat kondisi tersebut Bambang menilai pemerintah perlu hadir untuk memajukan kebudayaan melalui kebijakan yang disusun. Kebijakan tersebut salah satunya melalui RUU Kebudayaan yang sudah cukup lama diusulkan.
Sementara itu Dr. Hilmar Farid dari Institut Sejarah Sosial Indonesia Jakarta mengatakan negara wajib mengembangkan kebudayaan. Tanggung jawab negara adalah menciptakan kondisi dan mekanisme produksi kebudayaan bagi warganya.
“Konsep warga ini penting karena arah kebudayaan inklusif,” tegas Farid.
Menurut Farid konsep inklusif perlu diperdalam sehingga nantinya peran aktif ada pada pelaku kebudayaan dan bukan pada negara. Farid memberikan beberapa rekomendasi pengembangan kebudayaan, seperti revitalisasi fungsi dan peran taman budaya dan dewan kesenian, pelibatan partisipasi komunitas, hingga memastikan pendanaan melalui APBN/APBD dan CSR BUMN serta swasta.
Senada dengan itu anggota Seknas Jokowi-JK, Dadang Juliantara menegaskan bahwa persoalan budaya akan selesai jika ada intervensi negara. Pemerintahan Jokowi-JK, kata Dadang, memiliki perhatian terhadap perubahan paradigma pengembangan kebudayaan. Kebijakan kebudayaan pemerintahan baru menurut Dadang tetap akan melibatkan partisipasi rakyat di dalamnya. (Humas UGM/Satria)