Dalam banyak hal, kegiatan pembangunan kadang-kadang secara langsung dan tidak langsung menyebabkan degradasi keanekaragaman hayati. Implementasi kebijakan umum nasional dengan sistem pembangunan berkelanjutan di Papua nampaknya belum dapat berjalan dengan optimal, karena keanekaragaman hayati cenderung terus menurun sementara pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat belum meningkat secara signifikan. Demikian diungkapkan Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D (26/07/2005).
“Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa dalam rangka pengelolaan keanekaragaman hayati diperlukan jalinan komunikasi yang baik antara para perencana, penyusun dan pelaksana pembangunan di Papua dengan para peneliti yang memiliki pengelaman dan tingkat pengetahuan yang mendalam tentang berbagai aspek keanekaragaman hayati Papua,” jelas pak Bakti.
Untuk itulah Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada yang memiliki hubungan luas dengan banyak akademisi, pakar dan peneliti keanekaragaman hayati Papua serta hubungan yang baik dari kalangan pemerintah daerah dan swasta yang merupakan pelaku/ pelaksana pembangunan di Papua menyelenggarakan “Seminar Sehari Tentang Potensi dan Strategi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Papua”.
Menurutnya, pendekatan pengelolaan hayati yang digunakan dalam seminar ini bersifat integrative, dimana keberadaan keanekaragaman pada keruangan tertentu dipahami interaksi dan interpendensinya dengan komponen lingkungan hidup lainnya baik lingkungan fisik, dan terutama aspek sosial dan ekonomi masyarakat lokal, serta optimalisasi pemanfaatannya sebagai salah satu bagian penting diantara sumberdaya alam lain di Papua. Di dukung oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan PT Freeport Indonesia, seminar ini dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 2005 di Ruang Multimedia Lantai 3 Sayap Utara Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan dihadiri oleh 75 peserta dari berbagai kalangan seperti akademisi dari berbagai perguruan tinggi, pemerintah, swasta dan LSM.
Dalam seminar sehari ini telah hadir beberapa pembicara antara lain: pada panel diskusi sesi I yaitu Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H mewakili Yayasan Kehati membicarakan Peraturan dan Perundangan tentang Keanekaragaman Hayati di Indonesia; Prof. Soekotjo dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada dengan topik Strategi Konservasi EX Situ Keanekaragaman Hayati di Papua; Pratita Puradyatmika dan David Zanggonau dari PT. Freeport Indonesia yang memaparkan mengenai Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati oleh Masyarakat Etnobiologi di Papua. Sedangkan pada panel diskusi sesi II telah hadir Drs. Benja V. Mambai dari WWF yang membawakan makalah dengan tema Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati In Situ di Papua; P. Mantiri Michael dari Bappelda Papua dan Muhammad Farid dari Conservation Indoensia yang memaparkan Implemetasi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati In Situ di Papua, dan Drs. I Made Budi MS dari Universitas Cendrawasih yang membicarakan mengenai Potensi Kasiat Buah Merah Endemic Papua sebagai Bahan Dasar Suplemen dan Pakan Ternak.
Lebih lanjut pak Bakti menuturkan, seminar ini menghasilkan beberapa butir penting sebagai rekomendasi terhaap potensi dan strategi pengelolaan keanekaragaman hayati di Papua sebagai berikut: (i) perlu adanya identifikasi ancaman-ancaman keanekaragaman hayati di Papua serta tantangan-tantangan ke depan di dalam strategi pengelolaan keanekaragaman hayati di Papua, sehingga perlu adanya dukungan kebijakan dari Pemerintah di dalam pengelolaan keanekaragaman hayati di Papua, (ii) perlu terus dan meningkatkan komitmen dari publik untuk pengelolaan keanekaragaman hayati di Papua, (iii) perlu disusun rencana strategi pengelolaan keanekaragaman, (iv) perlu disusun rencana strategi dan instrumen-instrumen konservasi yang memperhitungkan keuntungan ekonomi dan sosial, dan (v) perlu tindakan-tindakan segera dan nyata baik in situ dan ex situ untuk menyelematkan keanekaragaman hayati di Papua.
Sementara itu dalam sambutannya Bappelda Provinsi Papua Drs. D. Dimara mengungkapkan bahwa dari kacamata kami kegiatan ini merupakan langkah awal untuk membantu kami melihat prospek, potensi, dan keanekaragaman hayati papua pada saat ini. Nampaknya dalam semua upaya masih ada kendala yang dilakukan yaitu belum adanya jalinan komunikasi, belum terjalinnya koordinasi dan sinkronisasi baik dalam kegiatan ilmiah maupun dalam kebijakan-kebijakan para pihak yang memiliki kewajiban baik skala nasional maupun skala daerah di dalam mengendalikan eksploitasi Sumber Daya Alam yang mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kelestarian dan ketersediaan keanekaragaman potensi hayati yang ada di Papua. “Diharapkan dengan seminar sehari ini bukan hanya merekomendasikan tindak lanjut (action plan) yang akan dilakukan tetapi setidaknya ada kegiatan lanjutannya yaitu pelaksanaanya dapat diintegrasikan dan tempatnya bukan lagi di UGM tetapi di Papua,” ujar pak Dimara.
Dr. drh. R. Wisnu Nurcahyo selaku Sekretaris Lembaga Penelitian juga menambahkan bahwa sesuai dengan visi UGM yaitu menjadikan research university maka sehubungan dengan itu UGM juga mendukung penelitian dan kajian mengenai keanekaragaman hayati yang dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung perbaikan kualitas lingkungan bagi perekonomian, sosial budaya, dan penghidupan bagi komunitas masyarakat. “Hal tersebut sesuai dengan konvensi keanekaragaman hayati PBB tahun 1992 yang kemudian disyahkan sebagai oleh Undang-undang No. 5 tahun 1994 sebagai arahan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati untuk tujuan pelestarian keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang perlu dilakukan secara berkelanjutan agar sumber daya manusia di Indonesia dapat dimanfaatkan bagi generasi-generasi mendatang,” terang pakWisnu. (Humas UGM)