![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/15101414133363571875226987.jpg)
Indonesia hidup dalam paradigma energi yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini memberikan dampak negatif bagi pengembangan berkelanjutan (sustainable development). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan porsi penggunaan energi terbarukan dari waktu ke waktu. Penggunaan energi terbarukan diharapkan juga dapat meningkatkan akses listrik bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan dan daerah terpencil.
“Sayangnya penggunaan energi terbarukan sejauh ini belum sesuai kapasitas. Akibatnya, ketika impor kemudian hanya jadi pasar,”tutur dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM, Samsul Kamal, Ph.D di sela-sela Seminar Internasional dan Pameran Energi Terbarukan di Fakultas Teknik UGM, Selasa (14/10).
Samsul menjelaskan capacity building merupakan salah satu syarat supaya penggunaan energi dapat berkembang dengan baik. Syarat lainnya yaitu adanya networking dan transfer teknologi. Sinergi pihak-pihak terkait seperti pemerintah, industri dan perguruan tinggi menurut Samsul telah diinisiasi oleh InSIStS (Indonesian-Swedish Initiative for Sustainable Energy Solutions).
“Organisasi ini merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Swedia guna mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan pengembangan teknologinya,” katanya.
InSIStS selama ini juga fokus pada pengembangan microhydro, biofuel, solar energy, dan hybrid system. Topik-topik tersebut juga diangkat dalam seminar internasional ini dengan melibatkan praktisi, akademis, dan professional dari dalam dan luar negeri serta pengambil kebijakan.
Selain seminar internasional pada acara tersebut juga dilakukan penandatanganan MoU antara Fakultas Teknik UGM dengan Asosiasi Hidro Bandung (AHB) dan Hycom Bandung. (Humas UGM/Satria)