![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/21101414138713771283605099-749x510.jpg)
YOGYAKARTA – Sekitar 85 % pemilih tidak pernah menagih janji kampanye caleg setelah mereka terpilih. Kalaupun ada anggota masyarakat yang mendiskusikan masalah pembangunan dengan anggota legislatif, itu pun dilakukan secara personal dengan anggota legislatif ketimbang dengan partai politik. Temuan ini menunjukkan rendahnya peran dan fungsi partai sebagai penyambung aspirasi masyarakat. “Ini sangat ironi sebab masyarakat tak merasa butuh menagih janji dari politisi dan parpol. Boleh jadi ini adalah bagian dari rasionalitas lain dari pemilih,” kata Dosen JPP UGM Nur Azizah saat menyampaikan hasil survei JPP UGM terhadap perilaku politik pemilih dan political linkage di Yogyakarta dan Magelang, Selasa (21/10), di gedung University Club UGM. Hadir dalam pemaparan hasil survei tersebut, pengamat komunikasi politik UGM Dr. Dodi Ambardi dan Direktur Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigap) Joni Yulianto.
Nur Azizah sekaligus sebagai anggota tim peneliti JPP UGM mengatakan, penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 15-23 bulan Juli dan Agustus ini mensurvei 300 responden di Yogyakarta dan Magelang. Responden terbagi menjadi empat kelompok yakni kelompok difabel, kelompok perempuan, buruh dan umum. “Total keseluruhan 300 responden,” kata Azizah.
Dari survei perilaku politik di dua wilayah tersebut menunjukkan pemilih makin rasional. Di Yogyakarta, kata Azizah, terdapat kecenderungan peningkatan rasionalitas masyarakat dalam menentukan pilihan. “Responden menunjukkan kecenderungan untuk memilih kandidat berdasarkan visi, misi maupun ideologi partai ketimbang kedekatan personal,” katanya.
Selain itu, pemilih rasional umumnya lebih menentukan pilihan dengan mempertimbangkan kinerja partai atau anggota legislatif pada periode terdahulu terkait kepentingan ekonomi si pemilih atau tidak. Temuan ini menurut Azizah sangat menarik karena pemilih mampu menilai isu politik yang diajukan oleh partai dan caleg. Padahal mayoritas responden yang disurvei mayoritas berpendidikan SD dan SMP bahkan ada yang tidak tamat sekolah.
Peningkatan rasionalitas pemilih di kedua wilayah ini menurut Azizah mengindikasikan tumbuhnya pendidikan politik masyarakat yang dilakukan partai politik, politisi, tokoh serta organisasi masyarakat setempat. Dengan semakin meningkatnya rasionalitas pemilih, katanya, politisi dan partai politik sebaiknya lebih kreatif dan inovatif dalam berkampanye dan menawarkan program-program yang dapat diterima oleh masyarakat, “Politisi yang kini duduk di kursi legislatif juga perlu melakukan perbaikan kinerja untuk menjaga dukungan 5 tahun mendatang,” katanya.
Menanggapi hasil survei ini, Dodi Ambardi berpendapat sulit mengharapkan politisi melaksanakan janji kampanyenya. Menurutnya, umumnya politisi ketika bertarung di pileg lebih berpikir untuk memenangkan pemilu ketimbang melaksanakan janjinya kepada masyarakat. Apalagi diminta untuk membela isu dan kepentingan kelompok perempuan dan difabel. “Sulit beraharap mereka menangani isu ini secara serius, apalagi dianggap kurang seksi secara elektoral,” terangnya.
Ketimbang mengharapkan kinerja politisi untuk membela hak kelompok perempuan dan difabel, Dodi menyarankan agar dua kelompok masyarakat ini lebih mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang membela kepentingan mereka. “Tapi mengetahui kepentingan dan keinginan masyarakat itu sebaiknya juga dikuatkan lewat survei,” usulnya.
Sementara Joni yulianto mengatakan, survei internal yang mereka lakukan di empat kota besar seperti Yogyakarta, Makassar, Kaltim dan sebagian Jawa Timur menghasilkan temuan bahwa 89,1% caleg telah menjadikan isu disabilitas sebagai visi misi kampanye mereka. “Ada 10,9% caleg yang tidak sama sekali menjadikan isu disabilitas sebagai visi misi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)