Berkembangnya penularan penyakit ebola di sejumlah negara Afrika meningkatkan keresahan sebagian besar masyarakat dunia. Data WHO menyebutkan hingga pertengahan Oktober 2014 lalu jumlah kematian akibat virus ini telah mencapai lebih dari 4.033 jiwa di Liberia, Sierra Leone, dan Guinea. Bahkan kini penularannya sudah terjadi di luar negara Afrika.
Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Sunarno, M.Eng., Ph.D., menyebutkan Indonesia merupakan negara yang juga berisiko terhadap penularan penyakit mematikan ini. Pasalnya, transportasi dan mobilitas penduduk cukup tinggi, termasuk antara Afrika dan Indonesia. Sementara, disisi lain Indonesia belum memiliki prosedur standar (SOP) untuk mitigasi dan penanganan penyakit ebola.
“ Indonesia sangat perlu untuk segera menyiapkan diri baik dari segi SOP dan teknologi serta dukungan peralatan menghadapi kemungkinan penularan ebola,” tandasnya, Selasa (28/10) disela-sela kegiatan Simulasi Penanggulangan penyebaran Penyakit Menular Ebola di Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM.
Sunarno mengatakan SOP yang disusun harus benar agar dapat mencegah penularan ebola ke masyarakat. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan SOP sangat dimungkinkan akan terjadi penularan penyakit seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
“Justru yang kena dalah petugas medisnya ini menunjukkan kegagalan SOP Amerika. Meskipun sudah memakai baju khusus, namun bagian muka masih terbuka sehingga virus bisa masuk,”terang Ketua Jurusan Teknik Fisika UGM ini.
Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat menyusun strategi mitigasi penyakit ebola ini karena penularannya telah menyebar di sejumlah negara. Bahkan dikhawatirkan penyakit akan berkembang dengan tidak terkendali mengingat perubahan karakter virus yang sangat cepat. Sementara hingga saat ini belum ditemukan vaksin maupun obat untuk mengatasi penyakit ini.
“Amerika kebobolan karen apakai SOP lama, padahal ebola karakternya sudah berubah sehingga kita harus menciptakan SOP baru ,” ujarnya.
Setiap departemen di pemerintahan diharapkan segera menyusun SOP masing-masing mewaspadai ancaman ebola. Seperti menyangkut deteksi, identifikasi, evakuasi, dan isolasi supect,penanganan pasien bahkan penanganan jenazah. Juga penanganan peralatan medis dan peralatan lainnya yang telag bersentuhan langsung dengan penderita.
“Virus tetap akan menular meski penderita sudah meninggal sehingga perlu dipikirkan bagaimana tata cara penguburannya agar tidak membuka peluang penularan. Harusnya dibakar atau dikremasi, tetapi ini tidak mudah dilakukan karena menyangkut agama dan kepercayaan yang diikuti. Dinas Sosial harus menyiapkan SOP ini, begitu pula dengan dinas-dinas terkait lainnya,”urainya.
Menurutnya, SOP yang akan disusun hendaknya disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Penegakan SOP penting dilakukan dalam menangani korban penyakit ebola karena sangat mudah menular melalui kontak fisik
Kini pihaknya bekerjasama dengan Core Orari DIY dan PIM DIY saat ini tengah menyusun SOP penanganan dan mitigasi ebola. Rencananya hasil penyusunan SOP akan diserahkan kepada Gubernur DIY.
Tidak hanya itu Sunarno beserta timnya melakukan simulasi penanggulangan penyebaran ebola dengan melibatkan sekitar 200 orang meliputi mahaisswa, karyawan, dan dosen Jurusan Teknik Fisika UGM. Peserta simulasi diharuskan menjalani pemeriksaan awal melalui pintu yang dilengkapi dengan kamera thermal.
“Lewat kamera thermal ini bisa langsung terukur suhu badannya dan mengenali kulit yang terindikasi ebola, terlihat bercak-bercak,” jelasnya.
Usai melewati alat pemindai, orang yang terdeteksi memiliki panas tubuh tinggi diatas 38 derajat Celcius dipisahkan dari barisan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan dengan infrared thermal detection. Selanjutnya mereka diperiksa oleh paramedis yang telah dilengkapi dengan pakaian khusus untuk menghindari penularan.
Sementara orang yang dinyatakan positif terjangkit penyakit dievakuasi dengan ambulans menunju unit penindakan yang memadahi. Selain itu juga dilakukan simulasi tentang perawatan alat-alat kesehatan yang digunakan dan penindakan jenazah dengan benar.
“Melalui kegiatan ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang penyakit ini, dan bagaimana tata cara penanganannya,”harapnya. (Humas UGM/Ika)