Krisan merupakan salah satu jenis bunga hias yang populer di Indonesia. Warna bunga dan bentuk bunga yang menarik, serta memiliki banyak jenis menjadikannya disukai banyak orang. Namun, tanaman ini sangat rentan terhadap penyakit karat (rust) yang disebabkan oleh jamur Puccinia horiana yang merupakan penyakit utama pada krisan. Meskipun tidak mematikan tanaman, namun infeksi jamur akan mengurangi kesehatan dan kekuatan tanaman sehingga berpengaruh pada produksi dan kualitas bunga, serta mengurangi nilai estetika krisan karena adanya pustul (karat).
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPPT) DIY, Tri Martini, S.P., M.Si., mengatakan penyakit karat pada bunga krisan telah menimbulkan kerugian dalam budidaya krisan. Kerugian tersebut tidak hanya dirasakan oleh petani di Indonesia, tetapi juga petani bunga lainnya di berbagai negara. Menyitir hasil penelitian Ellis, 2007, Martini menyebutkan di Turki produksi bunga krisan mengalami penurunan signifikan hingga 80 persen akibat penyakit karat. Bahkan kondisi yang lebih parah terjadi di Inggris yang mengalami gagal produksi sampai 100 persen.
“Penyakit karat ini memiliki potensi yang sangat besar dalam mempengaruhi produksi krisan karena gejala awal yang sulit terdeteksi,” terangnya saat mempertahankan disertasi berjudul “Kajian Pengendalian Penyakit Karat Pada tanaman Krisan Berdasarkan Prinsip Epidemi” dalam ujian terbuka program doktor, Jumat (31/10) di Fakultas Pertanian UGM.
Tidak hanya itu, lanjutnya, perbanyakan tanaman atau bahan propagasi yang sakit acap kali belum menampakkan gejala dan bisa terbawa hingga jarak yang cukup jauh. Padahal bahan propagasi yang sakit merupakan inokulum awal yang potensial.
“Di DIY gangguan penyakit karat menyebabkan kualitas bunga menurun karena ukuran menjadi kecil,” ungkapnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Martini di sejumlah sentra produksi krisan di Sleman dan Kulon Progo diketahui bahwa intensitas penyakit karat di Samigaluh, Kulon Progo relatif lebih tinggi dibanding dengan di Pakem, Sleman karena memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi dan suhu yang lebih rendah. Suhu udara di Samigaluh sebesar 22,53-25,03 derajat Celcius dan kelembaban udara sebesar 91,666 persen. Sedangkan di Pakem besaran suhu udara sebesar 26,40-27,64 derajat Celcius dan kelembaban udara 74,20-75,86 persen.
“Intensitas penyakit karat lebih tinggi pada kelembaban yang tinggi di Samigaluh sebesar 45,50-53,55 persen dibandingkan intensitas penyakit karat di Pakem sebedar 17,45-17,82 persen,” jelas wanita kelahiran Semarang, 7 Maret 1975 ini.
Martini menyampaikan bahwa lokasi pengembangan krisan di DIY memiliki kondisi cuaca yang sesuai dengan perkembangan spora penyakit karat. Hal tersebut menjadikan patogen akan terus bertahan dan berkembang sehingga wilayah tersebut termasuk dalam endemik. Adanya inang yang potensial, patogen yang infektif disertai lingkungan yang mendukung berpengaruh terhadap keberadaan dan memperparah penyakit. Karenanya perlu dilakukan monitoring secara rutin terhadap keberadaan spora penyakit karat di lapangan.
“Spora jamur dipencarkan oleh angin setiap saat dan bisa ditangkap dengan perangkap spora tipe Kiyosawa di ketinggian 0,5-1,5 meter dari permukaan tanah,” ujarnya.
Disebutkannya, bagian tanaman krisan yang banyak diserang jamur adalah bagian daun di sepertiga bagian bawah dekat permukaan tanah. Oleh sebab itu, pengendalian penyakit secara preventif bisa dilakukan dengan menekan sumber penularan penyakit atau inokulum awal yaitu menghilangkan daun mulai dari bagian bawah dekat permukaan tanah.
“Langkah ini terbukti mampu menekan intensitas penyakit karat hingga 80,05 persen pada pertanaman berumur 30-60 hari,” katanya. (Humas UGM/Ika)