Nanas merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Tanaman asli Brazil ini banyak dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia. Bahkan produksinya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Data BPS menunjukkan produksi nanas Indonesia tahun 2010 sebesar 1.406.445 ton naik menjadi 1.540.626 ton pada tahun 2011 dan mencapai 1.781.899 ton di tahun 2012.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Susila Herlambang mengatakan bahwa produksi nanas di Indonesia sangat berlimpah. Banyak sentra industri pengolahan nanas yang tumbuh dan tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Namun, dari berbagai industri pengolahan nanas berpotensi menghasilkan produk sampingan yakni limbah.
“Sisa pengolahan nanas akan menjadi maslah jika menumpuk dan dibiarkan begitu saja,” katanya saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Pertanian UGM, Jumat (14/11).
Misalnya saja di PT. Great Giant Pinapple, salah satu sentra perkebunan nanas di Lampung seluas 32.000 hektar. Industri tersebut setiap harinya memproduksi limbah hingga 424 ton dari pengolahan jus nanas kaleng untuk ekspor. Dari proses pengelolaan nanas hingga menjadi mill juice nanas menghasilkan berbagai limbah yaitu limbah dari penghancuran tanaman setelah tidak berbuah sebesar 200 ton/ha. Kemudian limbah dari batang tanaman nanas untuk diproses menghasilkan enzim bromelin sebesar 40 ton /hari. Selanjutnya limbah mill juice dari perasan kulit dan tongkol daging nanas sebesar 4 ton/hari. Lalu limbah kotoran sapi padatan 40 ton/hari dan cairan 120 meter kubik/hari serta limbah tapioka 20 ton/hari.
Menurutnya, pengelolaan limbah organik segar dan limbah pengalengan nanas sebagai bahan pembenah tanah Ultisol bisa menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut. Penggunaan berbagai kombinasi bahan limbah organik segar dan pengalengan nanas pada ketebalan tanah diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Hasil penelitian Susila menunjukkan penggunaan berbagai kombinasi limbah nanas segar dan pengalengan terbukti mampu meningkatkan kandungan karbon (C) dalam tanah dari kurang dari 1 persen menjadi 2 persen. Melalui pemberian bahan organik segar dapat meningkatkan kadar karbon tanah dari 20 persen menjadi 28,40 persen pada ketebalan 0-15 cm di Ultisol perkebunan nanas. Sementara kadar karbon tanah pada sistem lysimeter terbuka dan tertutub lebih dari 1,70 persen.
Temuan lain memperlihatkan bahwa penggunaan kombinasi limbah organik segar berupa seresah tanaman tanans 200 ton/ha, limbah tapioka 40 ton/ha, seresah bonggol 40ton/ha, mill juice nanas 2 ton/ha, dan kotoran sapi cair 2 ton/ha yang dicampurkan pada ketebalan 0-30 cm dengan didekomposisikan selama 3 bulan merupakan perlakuan terbaik dalam memperbaiki kesuburan tanah. (Humas UGM/Ika)