Globalisasi ekonomi yang sedang dihadapi Indonesia saat ini merupakan proses yang telah berjalan dua puluh tahun yang lalu. Sayang, Indonesia terlambat mengantisipasi masuknya produk-produk asing melalui gerai-gerai makanan, teknologi gadget, teknologi informasi hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Mau tidak mau, semua itu telah mengubah budaya masyarakat sangat cepat. Bahkan tanpa disadari masyarakat lebih bangga makan di rumah makan cepat saji bermerk asing, menggunakan sepatu bukan made in Indonesia hingga kendaraan untuk transportasi.
“Mungkin di antara yang saudara kenakan di tubuh hari ini, lebih tujuhpuluh persen merupakan produk global, mulai jam tangan, sepatu, kosmetik, parfum, aksesori, gadget, bahkan pakaian dan rangkaiannya,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D saat memimpin upacara Wisuda Program Diploma UGM Periode I Tahun Akademik 2013/2014, di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur, Rabu (19/11).
Menurut Iwan Dwiprahasto, masa depan globalisasi ekonomi akan semakin luas dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, para tenaga kerja di masa mendatang tidak cukup hanya memiliki keterampilan tinggi, namun dituntut inovatif, kreatif dan memiliki jiwa enterpreunership yang baik.
“Perlahan tapi pasti, pekerjaan mekanik yang selama ini dilakukan oleh tenaga terampil akan semakin tergantikan dengan otomatisasi. Ini tentu memberi konsekuensi semakin selektifnya kebutuhan tenaga kerja di bidang-bidang tertentu, seperti otomotif dan elektronik,” katanya lagi.
Beberapa tantangan global yang sedang dihadapi saat ini antara lain konektivitas dan konvergensi, Bricks and Click dan mobilitas masa depan. Bricks and Click merupakan norma ritel masa depan, dimana setiap pedagang diharapkan memiliki identitas online security.
Di tahun 2020, hampir 19 persen dari penjualan ritel global akan terjadi secara online. Dengan omzet diperkirakan mencapai 4,3 triliun US Dollar di tahun 2025, maka di saat itu bermunculan jutaan toko virtual, hypermarket virtual, hingga toko interaktif yang aksesibel secara online.
“Kehidupan semakin dipermudah karena semua yang kita perlukan akan langsung dapat diterima melalui sekali ‘klik’ di rumah ataupun di kantor,” jelasnya.
Pada Wisuda Program diploma Periode I Tahun Akademik 2013/2014, Universitas Gadjah Mada meluluskan 375 Ahli Madya. Mereka terdiri dari 275 atau 73,33 persen wisudawan dan 100 atau 26,67 persen wisudawati.
Masa studi rata-rata kelulusan Program Diploma adalah 3 tahun 5 bulan. Waktu studi tersingkat diraih Fitri Rosalia Triastuti dari Program Studi D3 Ekonomi Terapan dengan masa studi selama 2 tahun 5 bulan.
Lulusan termuda Program Diploma diraih Deli Huda Putra, Program studi D3 Teknik Mesin yang berhasil lulus pada usia 19 tahun 10 bulan. Indeks Prestasi Kumulatif rata-rata wisuda Program Diploma kali ini adalah 3,09 dan IPK tertinggi diraih Septian Galih Widhi Asta dari Program Studi D3 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi yang berhasil lulus dengan IPK Kumulatif 3,95. (Humas UGM/ Agung)