
Keberlanjutan telah menjadi isu besar yang dihadapi oleh masyarakat global. Bahkan tidak sedikit negara yang menempatkan isu tersebut sebagai prioritas dalam pelaksanaan pembangunan. Stephen Dovers, Director, Fenner School of Environment and Society Australian National University mengatakan bahwa untuk membangun masa depan berkelanjutan baik secara ekologis maupun manusiawi diperlukan upaya integrasi antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan tindakan terhadap lingkungan. Salah satunya dengan melakukan penelitian dan mengkonstruksi pengetahuan dengan cara yang integratif dan interdisipliner.
“Persoalan keberlanjutan terjadi ketika tindakan yang dilakukan hanya berdasar ilmu pengetahuan, tanpa mempertimbangkan dampak yang mungkin muncul. Karenanya penting untuk membangun pemahaman dan menginformasikan kebijakan dan tindakan yang lebih terintegrasi dengan membangun penelitian interdisipliner,” katanya dalam the 6th International Graduate Students and Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI), Rabu (19/11) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa selama ini belum ada keterpaduan antara ilmu pengetahuan, agama, politik, ekonomi, dan budaya dalam upaya penyelesaian persoalan kemanusiaan. Yang sering terlihat justru terjadi perebutan dan saling berkompetisi dan mengklaim sebagai penawar solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan. Padahal dengan mengintegrasikan keseluruhan hal tersebut bisa didapatkan berbagai konsep yang lebih kontributif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan.
Sementara Lawrence Surendra, Chairman, The Sustainability Platform and formely Chair Proffesor, Planning Commision of India menyampaikan bahwa saat ini manusia dihadapkan pada persoalan lingkungan yang cukup krusial. Salah satunya semakin menipisnya berbagai sumber daya alam akibat eksploitasi dan konsumsi secara besar besaran oleh penduduk dunia.
“Dalihnya kekurangan sumber daya alam akibat eksploitasi akan bisa diatasi dengan mencari alternatif pengganti dengan memanfaatkan iptek jikalau suatu saat terjadi kekurangan,” ujarnya.
Meskipun ilmu pengetahuan dapat menawarkan sejumlah solusi untuk mengatasi berbagai hambatan akibat menipisnya sumber daya alam, namun menurut Surendra bumi memiliki batasan yang bersifat absolut. Hal ini yang mestinya harus menjadi perhatian semua pihak karena dapat mengancam eksitensi seluruh umat manusia.
“Betapapun pintarnya manusia mengatur sumber daya alam, tetapi kapasitas ekologi bumi dalam menyerap berbagai limbah konsumsi manusia memiliki batasan tertentu. Kalau batas ini dilanggar bisa berbahaya,” katanya.
Karenanya penting untuk melakukan transformasi secara fundamental terkait penggunaan sumber daya alam yang selama ini bersifat kapitalis menjadi lebih berwawasan lingkungan. Dengan hal tersebut diharapkan kedepan manusia dapat hidup dalam lingkungan yang layak. (Humas UGM/Ika)