DIY merupakan salah satu provinsi yang kaya akan objek wisata, mulai dari wisata alam, budaya, sejarah, religi, hingga minat khusus. Sehingga tidak mengherankan apabila banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang datang berkunjung. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor pariwisata DIY menghadapi sejumlah persoalan yang semakin bertambah, mulai dari kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan, bahkan konflik dalam pengelolaan objek wisata.
“Sepertinya ada miss manajemen pariwisata di DIY,” kata Dosen prodi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Dr. Mohammad Yusuf, Selasa (18/11) di Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM.
Melihat berbagai keruwetan tersebut, Yusuf menyampaikan perlunya dilakukan pengkajian ulang dalam pengelolaan pariwisata DIY. Menurutnya pengelolaan pariwisata DIY hendaknya dilakukan dengan menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan dengan memperhatikan kelangsungan ekologi, budaya, sosial, dan ekonomi warga setempat. Dengan begitu pariwisata DIY akan terus berkembang dan berkelanjutan. Bahkan mampu memberikan keuntungan bagi penduduk lokal, melestarikan budaya, serta kelestarian lingkungan.
“Jangan sampai pengelolaan pariwisata justru mencerabut budaya lokal dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Dalam seminar bertajuk “Melihat Kompleksitas dalam Riset Pariwisata: Sebuah Refleksi dan Contoh” tersebut Yusuf menuturkan dari aspek ekologi, dari pengelolaan pariwisata diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Lalu dari aspek budaya, pengelolaan pariwisata diharapkan dapat memperkaya budaya lokal melalui interaksi antara pendatang dengan masyarakat lokal, bukan mencerabut buday alokal. Selanjutnya pengelolaan pariwisata dari aspek ekonomi diarahkan dapat memberikan manfaat bagi warga lokal.
“Pengelolaan pariwisata juga jangan sampai menimbulkan konflik antar warga, seperti yang terjadi dalam pengelolaan Goa Pindul, Gunungkidul,” harap Yusuf.
Yusuf menyampaikan bahwa upaya mewujudkan pariwisata berkelanjutan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan berbagai usaha untuk hal itu, salah satunya dengan kegiatan penelitian untuk mempertemukan kebijakan pemerintah, pelaku industri pariwisata, masyarakat, dan harapan wisatawan. Untuk itu Yusuf bersama dengan Prof. Janianto Damanik (Puspar UGM), mulai menginisiasi penelitian untuk melihat manajemen pariwisata DIY melalui tiga level analisis yaitu makro (negara), Meso (industri pariwisata), dan mikro (kepuasan wisatawan).
“Semoga hasil dari penelitian nantinya bisa memberikan kontribusi untuk membangun pariwisata berkelanjutan di DIY,” katanya. (Humas UGM/Ika)