Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap berbagai bencana alam. Sayangnya, kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana masih tergolong rendah. Karenanya berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan menghadapi ancaman bencana menjadi penting untuk segera dilakukan. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh UGM yang menginisasi lahirnya sebuah komunitas sadar bencana bernama Basis Organisasi Komunitas (Bokomi) 192 dan Iza Kaeru Caravan (IKC).
“Selama ini masyarakat kurang sadar akan pentingnya mitigasi bencana. Pendirian komunitasi ini merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat melek bencana,” ungkap Ketua Bokomi, Dr. Noorhadi Rahardjo belum lama ini di kampus UGM.
Noorhadi berharap melalui dua komunitas tersebut masyarakat dapat belajar sekaligus berlatih melakukan mitigasi bencana. Dengan begitu, ketika nantinya terjadi bencana masyarakat dapat secara aktif melakukan upaya-upaya penyelamatan, bukan pasif menunggu bantuan pertolongan datang.
Komunitas sadar bencana tersebut merupakan hasil adopsi dari asosiasi sadar mitigasi bencana dari Jepang. Bokomi adalah asosiasi berbasis kemasyarakatan yang dibentuk dengan tujuan membentuk keahlian masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana. Sedangkan IKC adalah asosiasi yang ditargetkan untuk anak-anak sekolah dengan tujuan membentuk sikap mental sejak dini, beranggotakan relawan-relawan dari kalangan akademisi.
Bokomi 192 saat ini berada di Kampung Badran, tegalrejo, Yogyakarta. Awalnya Bokowi 192 bernama Bokomi Badran. Kemudian nama organisasi berubah setelah mendapatkan sertifikat international dari Jepang yakni di belakang nama asosiasi diberi urutan ke 192 setelah 191 bokomi yang telah terbentuk di Jepang.
Noorhadi mengungkapkan tidak mudah untuk membentuk cara pandang masyarakat untuk menyadari akan pentingnya tanggap terhadap bencana, termasuk terlibat dalam kegiatan yang mereka buat. Seperti di awal pembentukan organisasi hanya diikuti dua orang peserta pelatihan kebencanaan. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat yang bergabung dalam komunitas semakin banyak hingga terbentuk satu kelompok di Kampung Badran dengan koordinator di setiap RT-nya. Bahkan setelah empat tahunmerintis terbentuk sembilan bokomi yang tersebar di berbagai kampung di sekitar Kota Yogyakarta.
“Setiap bulannya Bokomi rutin mengadakan pelatihan di Kampung Badaran, tetapi juga ke berbagai tempat dan instansi,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Kepala SKKK UGM ini.
Tidak hanya itu, para anggota Bokomi juga berhasil mengembangkan berbagai alat simulasi bencana. Salah satunya adalah kereta pemadam kebakaran atau biasa disebut kredamkar. Kredamkar merupakan alat pemadam kebakaran hasil adopsi dari Jepang yang dikreasikan dengan biaya pembuatan yang lebih murah. “Kalau di Jepang biaya pembuatan kredamkar bisa mencapai Rp. 200 juta per unitnya, namun dengan inovasi yang kami lakukan pembuatan satu kredamkar hanya butuh Rp. 20 juta saja,” jelas dosen Fakultas Geografi UGM ini.
Sementara untuk meningkatkan kinerja Bokomi, pihaknya juga melakukan usaha pendampingan dengan melakukan perekrutan relawan dari berbagai jurusan di UGM. Selain itu ia juga tengah mengusulkan program dimasukkan sebagai salah satu program tematik KKN PPM UGM. (Humas UGM/Izza)