
Dasar pengelolaan utang pemerintah dan defisit anggaran di Indonesia adalah UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dioperasionalisasikan dengan PP No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD dan jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan daerah serta Peraturan Menteri Keuangan No. 95/PMK.02/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBN, APBD dan Pinjaman.
Pada PP No. 23 Tahun 2003 pasal 5 dinyatakan batas maksimal utang pemerintah yaitu sebesar 60 persen PDB dengan target defisit anggaran yang diterapkan di Indonesia, sama besarnya dengan konsep Maastricht Treaty yang dipergunakan negara-negara Uni Eropa, di mana secara empiris saat ini negara-negara tersebut mengalami masalah fiskal berupa gagal bayar dan menuju ketidakstabilan perekonomian.
“Sebenarnya ada kelemahan dalam penerapan model kaidah fiscal ini sehingga perlu alternatif lain konsep pengelolaan utang dan defisit anggaran di Indonesia,” kata Marselina pada ujian terbuka program doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Kamis (20/11).
Dalam disertasinya berjudul “Implikasi Penerapan Kaidah Kebijakan Fiskal (Fiscal Rule) Terhadap Variabel-Variabel Ekonomi Makro di Indonesia pendekatan Makroekonomika Konsensus Baru (New Consensus Macroeconomics)”, Marselina mengatakan adanya alternatif lain konsep pengelolaan utang dan defisit anggaran di Indonesia diharapkan mampu mewujudkan fiscal sustainability dan stabilitas perekonomian jangka panjang. Salah satu konsep pengelolaan utang dan defisit anggaran yang berorientasi jangka adalah defisit penyetabil utang, yaitu konsep kaidah fiskal yang menjaga tingkat defisit anggaran sehingga mampu menjaga utang pemerintah stabil.
“Konsep menjaga utang tetap stabil ini dikenal dengan defisit penyetabil utang,” papar dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Lampung tersebut.
Hasil penelitian yang Marselina menunjukkan bahwa penerapan defisit penyetabil utang dalam jangka panjang akan meningkatkan kesenjangan output, mendorong kenaikan harga barang, menurunkan suku bunga, menurunkan nilai tukar rupiah terhadap euro sehingga memperbaiki kondisi neraca transaksi perdagangan di Indonesia.
Selain itu, penerapan defisit penyetabil utang dalam jangka pendek tidak signifikan mempengaruhi pembentukan harga-harga barang di dalam negeri, suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap euro dan variasi neraca transaksi berjalan di Indonesia.
“Penerapan defisit penyetabil utang dapat diimplementasikan dalam sistem pengelolaan utang di Indonesia karena mempengaruhi kinerja ekonomi makro dalam jangka panjang,” tegas Marselina. (Humas UGM/Satria)