![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/2111141416542811530301322-680x510.jpg)
Indonesia mau tidak mau Indonesia harus mengembangkan Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai alternatif energi baru pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi sumber daya minyak yang semakin menipis tidak mungkin lagi untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan bakar masyarakat.
Data angka menyebutkan produksi minyak bumi dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Sementara itu, konsumsi BBM di tahun 2013 sebanyak 70.000 Juta KL dengan jumlah produksi hanya mencapai 40.000 Juta KL. Jumlah kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan pada tahun 2000 – 2014, bahkan tahun ini saja jalanan Indonesia bertambah 1,2 juta mobil dan 8,4 juta motor.
Secara rinci disebutkan rata-rata pertumbuhan tiap jenis kendaraan dari tahun 2006-2012 yaitu mobil penumpang 9,6 persen, bus 9,55 persen, Truk 9,5 persen dan sepeda motor 15,45 persen. Kondisi ini menyebabkan subsidi BBM dan LPG semakin meningkat meningkat dari tahun ke tahun, di tahun 2014 saja, subsidi tersebut mencapai angka 228,62 triliun rupiah.
“Kondisi ini tentu bisa menjadi alasan pemerintah mendorong konversi dari minyak ke gas. Konversi menjadi salah satu upaya untuk menekan penggunaan BBM. Jika masyarakat terus bergantung kepada BBM, beban negara akan semakin berat,” ujar Gigih Prakoso, Corporate Strategic Growth dari PT Pertamina dalam Kongres Nasional Kedaulatan Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia yang diadakan oleh Fakultas Tekhik di Gedung University Club (UC) UGM, Rabu (19/11).
Karena itu, kata Gigih, eksplorasi pengembangan energi unconventional sebagai energy alternatif akan dilakukan untuk memenuhi kekurangan pasokan produksi minyak bumi dan gas. Di tahun 2025 Pertamina menargetkan energi baru dan terbarukan menduduki angka 25 persen dari presentase energy mix.
“Dengan catatan aksesibilitas yang tinggi. Pertamina berharap, untuk mendukung keberhasilan program ini pemerintah bersedia menyediakan infrastruktur yang dapat menjamin kelancaran distribusi BBG,” katanya.
Gigih menuturkan Pertamina telah menyusun strategi dalam mendukung program konversi dari BBM ke BBG. Diantaranya, Pertamina akan mensupply gas kemudian didistribusikan kepada pengguna yang ada di seluruh Indonesia. Meningkatkan produksi gas melalui investasi peningkatan produksi gas dengan target pertumbuhan 16 persen selama lima tahun ke depan dan mengembangkan energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan sehingga dapat menggantikan fosil fuel serta melakukan merger akuisisi dengan membeli blok-blok gas yang ada baik di dalam maupun luar negeri untuk mensuplai kekurangan gas yang ada di dalam negeri.
Ir. Heri Purnomo, MEMD., Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyatakan proyek pengembangan migas strategis yang ada di Indonesia memiliki prospek yang cerah. Ada lima sumber migas yang berprospek untuk produksi ke depan, diantaranya natuna d-alpha, donggi senoro, masela, train 3.
Meski menyimpan negosiasi yang sangat sulit dengan stakeholder, Natuna d-alpha memiliki cadangan migas cukup besar. Sedangkan, Donggi Senoro, sudah memiliki kilang yang bisa dioperasikan untuk mengisi kekurangan gas di Indonesia, dan Masela memiliki cadangan cukup besar.
“Dengan mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur, besarnya cadangan dan kondisi ekonomi Indonesia, Ditjend ESDM telah menentukan urutan prioritas dalam pemanfaatan gas bumi, yaitu peningkatan produksi minyak dan gas bumi dan penyediaan tenaga listrik dengan tujuan biaya yang lebih murah, dan sebagai bahan baku untuk industri lainnya”, tuturnya. (Humas UGM/ Izza)