Penggunaan Teknologi DNA Rekombian memungkinkan pengembangan prinsip baru untuk merancang dan memproduksi vaksin subunit. Sifat imunogen terhadap protein target dapat ditingkatkan dengan teknologi fusi-gena atau dengan mutasi terarah untuk menghasilkan vaksin generasi baru. Sifat yang dapat dimodifikasi meliputi kelarutan, stabilitas dan aktivitasnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Sudjadi, M.S., Apt saat melakukan pidato Pengukuhan Guru Besar dalam bidang Kimia Farmasi pada Fakultas Farmasi UGM berjudul “Perkembangan Obat Produk Bioteknologi: Peran Teknologi DNA Rekombion dalam Pengembangan Biopharmaceuticals” pada hari Senin, 15 Agustus 2005 di Balai Senat UGM.
Menurut DPP Konsorium Bioteknologi Indonesia ini, teknologi DNA Rekombion juga memungkinkan penggunaan tanaman sebagai pabrik untuk memproduksi protein farmasetik dengan menyisipkan cDNA yang menyandi suatu protein. Ada dua metode transformasi yang biasa digunakan untuk membuat tanaman transgenik, yaitu sistem transformasi dengan bantuan Agrobacterium tumifaciens dan biolistik atau particle bombardment.
Lebih lanjut, Sekretaris Senat Fakultas Farmasi UGM ini, menjelaskan beberapa keuntungan produksi protein farmasetik dalam tanaman adalah kemampuannya melakukan modifikasi setelah translasi seperti pada mamalia, misalnya glikosilasi yang menyebabkan protein intu membentuk struktur kuartener yang spesifik dan aktif. Sedangkan sel bakteri tidak mampu melakukan glikosilasi. “Selain itu tanaman transgenik ini dapat ditanam pada area yang luas sehingga ongkos produksi protein farmasetik tersebut jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sistem biakan sel mamalia. Penelitian protein farmasetik yang dibuat pada tanaman meliputi antibodi, vaksin, hormon, enzim, interleukin, interferon dan human serum albumin. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Maret 2005 melakukan kerjasama dengan Fraunhoper Jerman dan PT Kalbe Farma untuk melakukan penelitian molecular farming untuk interferon -2, inhibitor helicase, human serum albumin dan antibodi M-12,” jelas Prof. Sudjadi kelahiran Yogyakarta, 30 Oktober 1947 ini.
Ketua Pusat Studi Bioteknologi UGM ini juga mengatakan bahwa penggunaan tanaman transgenik yang sangat menarik adalah produksi vaksin subunit pada tanaman dikatakan sangat aman karena tidak menggunakan virus atau bakteri hidup. Saat ini produksi vaksin subunit masih sangat mahal dan juga penyimpanannya perlu mendapat perhatian karena tidak tahan panas. Protein farmasetik dapat juga ditargetkan terdapat dalam biji. Pembuatan vaksin pada biji atau buah tanaman merupakan cara untuk mengatasi masalah tersebut karena bagian itu dapat dimakan dalam keadaan mentah, matang atau kering. “Oleh karena itu, pemilihan tanaman perlu diperhatikan sehingga vaksin itu tidak rusak karena pengolahan,” tutur ayah 3 putra ini.
Sementara itu dihari dan tempat yang sama, sang isteri Prof. Dr. Sismindari S.U., Apt juga melakukan pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas yang sama Fakultas Farmasi dengan judul “Terget Biologi Sebagai Tantangan Pada Penemuan dan Pengembangan Obat Anti Kanker: Pendekatan Biologi Molekular dalam Kimia Medisinal”.
Dalam pidato tersebut Kepala LPPT UGM mengungkapkan bahwa meskipun harapan untuk menemukan obat anti kanker yang selektif telah hampir terwujud, akan tetapi perlu dihimbau supaya menjalani pola hidup yang sehat yaitu dengan memperkecil paparan karsinogen (senyawa pemicu kanker) secara langsung dan mengkonsumsi makanan yang bervariasi. Paparan karsinogen diantaranya dapat dihambat dengan mengurangi konsumsi makanan berlemak dan berminyak termasuk daging bakar. “Akan tetapi, apabila kita terpaksa mengkonsumsi sate, maka perlu diimbangi dengan sayuran (lalapan) termasuk bawang merah yang dapat menetralisir adanya radikal bebas yang timbul saat pembakaran daging,” tegas ibu kelahiran Kediri, 18 Maret 1951 ini. (Humas UGM)