Gagasan Mahapatih Majapahit, Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara di bawah kepemimpinan Majapahit pernah menginspirasi para pemimpin bangsa Indonesia dalam menggagas wilayah geografi Indonesia. Presiden Soekarno mengenalkan konsep Indonesia Raya, sementara Presiden Soeharto menekankan pentingnya Wawasan Nusantara.
Kedua pemimpin itu menginginkan Indonesia berdaulat secara penuh di seluruh wilayah NKRI. Gagasan-gagasan tentang kedaulatan negara dan kedaulatan bangsa di tengah-tengah keraguan tentang surutnya kesadaran akan kedaulatan negara dan nasionalisme itulah yang kemudian menjadi roh pementasan Kethoprak Amukti Palapa Gajah Mada.
Pentas Kethoprak Amukti Palapa Gajah Mada akan digelar di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasumantri UGM, Selasa 16 Desember 2014 pukul 19.00 – 22. 00. Pentas kethoprak dalam rangka Dies ke-65 UGM, ini dimeriahkan para pemain yang merupakan unsur pimpinan universitas dan fakultas, dosen, karyawan dan mahasiswa.
Diantaranya Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Suratman, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE, Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si dan Prof. Dr. Cahyono Agus, D. K., M. Agr.Sc. Meramaikan pula Novi Siti Kussuji Indrastuti, Heru Marwata, Sudibyo, Sindung Tjahyadi, Wiwit Wijayanti dan lain-lain.
“Ini dimaksudkan untuk menggugah semangat berbangsa dan bernegara. Selain itu, pentas Amukti Palapa Gajah juga dimaksudkan sebagai sebagai tafsitr baru atas tragedi Bubat yang menyisakan ketidaknyamanan dalam kenirsadaran bersama antara orang Jawa dan Sunda,” kata Cahyaningrum Dewojati selaku sutradara, di Kampus UGM, Selasa (2/12).
Dalam pentas ini, kata Cahya, Gajah Mada digambarkan tidak merekayasa tragedi kemanusiaan itu. Bahwa hal yang menyebabkan perang adalah kecemburuan dan pembangkangan para pemimpin prajurit yang tidak menyetujui pengangkatan Gajah Mada sebagai Mahapatih.
“Gajah Mada benar-benar prihatin dan menyesali atas pertumpahan darah yang tidak pernah ia inginkan, karena tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang menghargai martabat kemanusiaan, meskipun berkarakter sangat tegas, teguh, berpihak pada kebenaran dan keadilan,” tutur Cahya sembari menambahkan pementasan terbuka untuk umum dan gratis. (Humas UGM/ Agung)