YOGYAKARTA – Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (PSEKP UGM) yang juga Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM A Tony Prasetiantono PhD mengatakan pemerintah berpeluang memiliki simpanan dana yang cukup besar dari biaya alokasi dana subsidi BBM 2015 seiring merosotnya harga minyak dunia.
Harga minyak dunia (jenis brent) saat ini turun drastis dari 105 dolar perbarel menjadi 67,53 dolar perbarel. Sementara dalam penyusunan APBN 2015 mengasumsikan harga minyak dunia sama dengan 2014 maka subsidi BBM yang dikeluarkan pemerintah menjadi sangat rendah yakni Rp 0-Rp 500. Dan jika Rp 500 (subsidi maksimal) tersebut dikalikan konsumsi BBM subsidi dalam satu tahun yakni 46-48 juta kiloliter, maka subsidi yang dikeluarkan pemerintah 2015 hanya Rp 24 triliun. “Proyeksi subsidi BBM tahun 2015 sebesar Rp 291 triliun dikurangi Rp 24 triliun, sama dengan Rp 267 trilun. Jumlah dana ini besar sekali,” ujarnya dalam Uji Sahih ‘Politik dan Kebijakan Anggaran Tahun Anggaran 2015-2019’. Kegiatan ini merupakan kerjasama Pusat Pengkajian dan Informasi Anggaran Pusat dan Daerah (Budget Office) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan UGM dengan Pemerintah Daerah DIY di Univercity Club (UC) UGM, Selasa (2/12).
Toni mengusulkan, dengan dana sebesar itu pemerintah harus mendorong pembangunan sektor infrastruktur, program proteksi masyarakat miskin, bisa melalui cash transfer, BPJS kesehatan atau pendidikan. Selain itu, tahun depan pemerintah juga harus mengurangi jumlah utang luar negerinya.
Turunnya harga minyak dunia, kata Toni, menjadi momentum tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki struktur APBN tahun 2015. Selain itu momentum ini juga tepat untuk mengalihkan subsidi BBM ke sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan tanpa menurunkan harga BBM. “Sekaranglah saatnya subsidi BBM dikurangi dan dialihkan ke sektor yang produktif,” katanya.
Beberapa infrastuktur yang bisa menjadi prioritas pemerintah antara lain perbaikan bandara, pembuatan waduk, perbaikan jalan maupun pembuatan Mass Rapid Transit (MRT). Ia mencontohkan pembangunan Bandara Kualanamu Medan yang cukup bagus hanya menelan biaya Rp 5,6 triliun dalam kurun waktu 8 tahun, atau hanya Rp 700 miliar pertahun. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan hanya Rp 2 triliun dibangun dalam waktu 2 tahun. Bandara Ngurah Rai Denpasar hanya Rp 2,7 triliun dalam waktu 2-3 tahun. “Jika mau, pemerintah bisa membangun bandara internasional yang lain termasuk Bandara di Kulonprogo,” terangnya.
Tony juga mengatakan, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi tidak berdampak pada kenaikan inflasi yang drastis. Inflasi bulan November kemarin hanya 1,5 persen. Ia justru menyayangkan langkah Bank Indonesia yang langsung menaikkan BI Rate setelah kenaikan BBM, yakni dari 7,5 menjadi 7,75 persen. “Seharusnya BI melihat respon pasar dulu,” katanya.
Tony juga mengkritisi sektor pajak. Menurutnya perkiraan penerimaan pajak tahun 2015 sebesar Rp 1.009 triliun terlalu rendah. Jika Direktorat Pajak bisa bekerja optimal, target penerimaan pajak Rp 1100 triliun bisa tercapai. “Kerja Dirjen pajak harus lebih agresif,” katanya.
Sementara Anggota Tim Ahli Bidang Anggaran DPD RI, Dr. Rasidin Sitepu mengatakan tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015-2019. Meski penyusuanan RPJM Nasional tengah disusun oleh kabinet kerja namun DPD RI mengharapkan agar RPJM Nasional 2015-2019 memiliki hubungan yang jelas dengan kebijakan politik anggaran, baik di tingkat nasional maupun daerah. (Humas UGM/Gusti Grehenson)