Tahun 2014 menjadi tahun yang bersejarah bagi Fakultas Kehutanan UGM dengan ditandai terpilihnya alumnus Fakultas Kehutanan yaitu Ir. Joko Widodo, mahasiswa angkatan 1980 dengan nomor mahasiswa 1681/KT sebagai Presiden Republik Indonesia. Fakultas Kehutanan UGM sebagai almamater beserta seluruh alumni tentu merasa bangga dengan capaian ini.
“Kami tentu saja merasa bangga dan saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada segenap civitas akademika Fakultas Kehutanan UGM, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa serta alumni yang telah bekerja keras secara sinergis dalam mewujudkan visi fakultas sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang kehutanan tropika yang unggul dan bermartabat di tingkat nasional dan internasional,” kata Dr. Satyawan Pudyatmoko, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (4/12) di Auditorium fakultas setempat.
Dikatakan Satyawan, setiap perubahan tentu menimbulkan ketidaknyamanan dan keragu-raguan atas masa depan yang akan dilalui. Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Kehutanan UGM memandang perubahan tersebut dalam sisi yang positif.
“Seperti di Kementerian Kehutanan yang kini berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ini adalah momentum untuk mengembalikan rimbawan pada khittah ilmu kehutanan, bahwa hutan memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan sehingga hutan dimanapun berada, apapun status dan fungsinya harus mampu menjamin kesehatan lingkungan, kenyamanan dan kesejahteraan seluruh mahluk hidup,” katanya.
Menyampaikan laporan tahunan Dekan pada Puncak Dies ke-51 Fakultas Kehutanan UGM, Satyawan Pudyatmoko berharap para mahasiswa memiliki pemahaman terkait permasalahan pengelolaan lingkungan hidup dan pengusahaan hutan pada level nasional. Meski begitu, karena lingkungan dan kehutanan telah menjadi isu global maka para mahasiswa pun diharapkan memiliki global thinking dan global mindset yang kuat.
“Untuk mengetahui masalah riil pengusahaan hutan nasional, maka pengiriman mahasiswa-mahasiswa praktik lapangan, magang dan studytour penting dilakukan baik yang bersifat intra maupun ekstrakurikuler. Untuk itu, Fakultas Kehutanan UGM menjalin kerjasama dengan Kementerian Kehutanan, BUMN dan BUMS terkait kehutanan,” paparnya.
Sinergi Kehutanan Untuk Kesejahteraan
Sementara itu, Ir. Arif Yuwono, M.A, Deputi Kementerian Lingkungan untuk Kesejahteraan Rakyat menyatakan berbagai persoalan kerusakan ekosistem hutan yang tidak terkedali pada akhirnya menyebabkan semakin berkurangnya kualitas dan daya dukung (carrying capacity) ekosistem hutan. Jika kecenderungan tersebut berlangsung terus menerus maka pada suatu saat akan terjadi suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi tidak dapat ditingkatkan lagi, sementara kemampuan dan kualitas ekosistem hutan sulit diperbaiki kembali.
Menyampaikan orasi ilmiah Dies-51 Fakultas Kehutanan UGM, Arif Yuwono mengakui persoalan kerusakan ekosistem hutan telah menjadi isu di tingkat lokal, nasional dan global. Diantaranya status hutan negara dan tata batas, konservasi hutan dan perizinan, tata ruang, konflik tenurial dengan masyarakat adat, konservasi di berbagai kawasan hutan, kebakaran hutan dan lahan, hingga persoalan penyalahgunaan wewenang.
“Hal ini tentu saja telah menyebabkan persoalan kerusakan ekosistem hutan. Tidak hanya berdampak pada aspek lingungan. sosial dan ekonomi, namun juga aspek politik dan kepercayaan publik (public trust),” katanya.
Oleh karena itu, kata Arif, guna menyelesaikan persoalan tersebut perlu melakukan langkah-langkat cepat, signifikan, holistik, sistemik, masif dan tidak parsial. Semua diarahkan pada pendayagunaan ekosistem hutan secara lestari untuk kesejahteraan rakyat dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
“Yaitu konsep yang memperhatikan keseimbangan, keselarasan dan keserasian aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan serta kehidupan generasi mendatang,” papar Arif Yuwono saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul Sinergi Sektor Kehutanan dan Lingkungan untuk Kesejahteraan Rakyat. (Humas UGM/ Agung)