![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/1612141418721964379928936-765x510.jpg)
Perhatian pemerintah kepada peternak lebah di tanah air masih minim. Salah satu buktinya pemerintah belum mempunyai sikap jelas terhadap krisis pakan lebah. Selain itu, sosialisasi pentingnya manfaat lebah di masyarakat juga belum optimal.
Hal ini ditegaskan oleh peternak lebah dari Kediri, Nuhana Adryansyah, pada Sarasehan Penguatan peran Masyarakat Perlebahan Indonesia, di Auditorium Fakultas Peternakan UGM, Kamis (18/12).
“Kita itu masih seperti anak yatim. Siapa sebenarnya yang akan mengurusi kita itu,” tutur Nuhana.
Ia menambahkan persoalan krisis pakan lebah sebenarnya sudah lama mengemuka. Saat ini persoalan tersebut sudah menjadi persoalan global dan bukan lagi nasional. Nuhana menjelaskan salah satu sebab munculnya krisis pakan lebah karena penebangan pohon kapuk randu yang banyak terjadi.
“Madu pohon kapuk randu dikenal sebagai sumber pakan lebah. Tapi sayang sekarang ini sudah banyak yang ditebangi. Persoalan ini harus dicarikan jalan keluar,” imbuhnya.
Persoalan selain krisis pakan lebah adalah standardisasi kualitas madu. Pengurus Asosiasi Perlebahan Indonesia, Hengki Febrianto berpendapat standar kualitas madu antara pemerintah, swasta, dan akademisi masih berbeda-beda.
“Madu dicampur gula pun masih masuk SNI 2004. Apa ini juga standar kualitas?” imbuh Henki.
Sementara itu Dr. Retno Widowati, M.Si dari Universitas Nasional Jakarta mengemukakan beberapa alternatif bahan pakan ternak, seperti kacang kedelai rendah lemak, susu skim, dan khamir.
“Pollen substitute tersebut juga untuk mencegah agar lebah tidak pergi dan menambah kesehatan mereka. Kalau dengan pakan pengganti buatan pabrik lebih mahal,” terang Retno.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., berharap sarasehan yang menggandeng BNI ini bisa memajukan perlebahan di Indonesia. Dengan majunya perlebahan di Indonesia, menurut Ali Agus, berarti majunya penghijauan pakan lebah yang membawa dampak hijaunya nusantara. (Humas UGM/Satria)