![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/1812141418888697398109045-767x510.jpg)
Kebijakan impor gula rafinasi untuk industri menyisakan masalah. Harga gula lokal menjadi jatuh sementara stok berlebihan berada di gudang-gudang.
Prof. Dr. Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc menilai kebijakan pemerintah terkait pergulaan nasional secepatnya diluruskan. Sebab impor gula untuk industri yang merembes ke pasar berakibat gula lokal menjadi tidak laku.
“Kalau kita lihat kebutuhan gula untuk konsumsi dan industri berbeda. Makanya kita harus cari tahu kenapa gula impor lebih murah dibanding gula nasional. Saat ini saja ada banyak stok 1,9 juta ton di gudang-gudang,” ujarnya di sela-sela Simposium Kebijakan Pergulaan Nasional yang digelar Fakultas Pertanian UGM, di University Center, Kamis (18/12).
Karena itu, ia berharap, Simposium Kebijakan Pergulaan Nasional akan menghasilkan rekomendasi yang mampu mengawal tata niaga gula di Indonesia, sehingga target produksi dan impor bisa sesuai. Dengan begitu tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan.
“Sekarang ini banyak dikembangkan gula rafinasi atau gula pabrik-pabrik maka sudah seharusnya pabrik-pabrik itu mempersiapkan lahannya. Tidak boleh lagi mereka hanya mengambil dari luar saja. Dulu aturannya setelah empat tahun dibangun pabrik gula maka pabrik gula rafinasi tersebut harus memiliki lahan,” papar Prof. Ipik Priyatmojo selaku ketua panitia simposium.
Pendapat senada di sampaikan Prof. Dr. Ir. Azwar Maas, M.Sc. Ia berharap melalui simposium mampu menyelamatkan kondisi pergulaan nasional.
Karena itu, target swasembada di tahun 2017 harus benar-benar dipikirkan. Artinya Indonesia bisa mencapai swasembada gula jika pabrik-pabrik gula rafinasi memiliki lahan tanam tebu sendiri.
“Banyak pabrik rafinasi berada di Jawa dan potensinya besar namun lahanya tidak ada. Jadi nasib gula rafinasi ini kedepan seperti apa? Sesuai aturan setelah empat tahun itu , mereka harus sudah punya. Tapi kenyataan sudah lebih dari 10 tahun, sejak 2003 sampai sekarang tetap belum ada yang punya”, katanya.
Karena itu salah satu usulan yang ingin ia sampaikan adalah meminjam dalam waktu tertentu kepada Departemen Kehutanan selaku pengelola hutan di Indonesia. Sebab hingga kini, hanya hutan yang masih mungkin terbuka untuk mendukung pencapaian target swasembada ini.
Beberapa pembicara hadir hadir dalam simposium ini, antara lain Ir. Gde Wirayuta, MMA, Kasubdit Budidaya Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Ir. T. Sutaryanto, MM, Direktur Produksi PTPN X dan Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, SP., M.Ec dosen Fakultas Pertanian UGM. (Humas UGM/ Agung)