YOGYAKARTA – Dosen Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM, Prof Sunarno, membuat alat sistem peringatan dini longsor sederhana dan mudah dioperasikan oleh masyarakat. Berbekal megafon atau sirine, tali nilon, senar pancing, meteran tukang, isolator plastik, dan bandul timah/batu, maka terbuatlah sebuah alat deteksi longsor. Alat ini sudah dipasang di tiga lokasi yang berada di Dusun Keceme, Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo dan Desa Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul yang merupakan wilayah rawan longsor.
“Ide alat ini dibuat setahun yang lalu atas permintaan masyarakat setempat karena khawatir ancaman longsor, yang saya banggakan alat ini sudah terbukti melindungi warga di sana dari ancaman longsor,” kata Sunarno saat dihubungi di Laboratorium Sensor dan Sistem Telekontrol, Jurusan Teknik Fisika.
Saat alat ini dipasang, ujar Sunarno, tim hanya mengandalkan megafon sebagai sirine karena alat tersebut didesain kurang lebih lima menit saat tiba di lokasi. Setelah setahun berselang, alat dikembangkan dengan membuat sirine buatan bengkel lokal. Yang menarik, bunyi sirine bersumber dari tegangan listrik baterai yang bisa tahan selama 6 bulan. “Baterai bisa tahan selama 6 bulan, baterai hanya difungsikan jika ada proses pergerakan tanah,” ujarnya.
Untuk membuat alat sederhana ini, kata Sunarno, ia bersama tim hanya menghabiskan dana Rp 300-an ribu itupun hanya untuk membuat sirine. Menurut Sunarno masyrakat bisa membuat sendiri alat peringatan dini longsor semacam ini dengan hanya mengandalkan sirine dari megaphone. Cara kerja sistem peringatan dini longsor ini juga terbilang sederhana dan mudah dipahami. Sirine yang dipasang di rumah warga terhubung oleh seutas tali nylon. Namun sebelumnya tombol alarm sirine dalam posisi on. Sementara tali pemicu agar sirine berbunyi disambungkan isolator dari bahan mika tipis yang terletak di antara baterai dan penutup baterai. “Apabila tali pemicu alarm ini tertarik maka sirine akan berbunyi,” kata Sunarno.
Bagimana sirine bisa berbunyi setiap ada ancaman longsor? Sunarno mendesain setiap pergerakan rekahan tanah dengan jarak 2 cm maka akan memicu tegangan pada tali jemuran yang dipasang antarpohon di lereng bukit. Tali jemuran yang mengalami regangan kemudian memicu ikut tertariknya tali nilon. Adapun fungsi meteran yang dipasang vertikal pada pohon dan bangunan digunakan untuk mengetahui jarak rekahan yang ditunjukkan oleh pergerakan bandul yang tertarik ke atas oleh senar pancing. “Bandul tertarik ke atas akibat ujung talinya yang lain di tambatkan pada pohon atau patok yang ikut pergerakan longsoran,” urainya.
Sunarno berharap alat sederhana ini bisa dibuat oleh masyarakat yang berada di daerah rawan longsor. Bahkan dirinya mengaku bersedia membantu apabila masyarakat meminta dirinya memasang langsung alat tersebut di lokasi. Adapun untuk masyarakat di wilayah DIY yang membutuhkan, kata Sunarno, pihaknya sudah bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY. “Masyrakat bisa meminta langsung ke BPBD,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)