YOGYAKARTA – Persoalan pendidikan dan sumber daya manusia menjadi dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Dalam bidang pendidikan, negara dianggap telah mengabaikan peran pendidikan keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan konsep pendidikan bangsa. Pendidikan yang hanya mengandalkan peran sekolah menyebabkan proses pembentukan pembentukan karakter dan kepribadian siswa makin terabaikan. Negara diminta meningkatkan jenjang pendidikan generasi muda, soalnya semakin tinggi tingkat pendidikan mereka, diharapkan bisa menekan laju pertumbuhan penduduk RI dalam 20 hingga 30 tahun mendatang.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi “Skenario Indonesia 2045” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM bekerja sama dengan Lembaga Ketahanan Nasional di UC UGM, Selasa (23/12). Beberapa pakar yang hadir dalam diskusi tersebut diantaranya Guru Besar Studi Kependudukan Fisipol UGM Prof. Dr. Tadjudin Nur Effendi, pengamat pendidikan dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Prof. Dr. Wuryadi, Ketua PSP UGM Prof. Dr. Sudjito, dan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Dr. Moch Maksum.
Tadjudin mengatakan pada tahun 2030-2045 diproyeksikan laju pertumbuhan penduduk RI mengalami penurunan karena adanya faktor perubahan sosial, meningkatnya tingkat pendidikan dan semakin banyaknya perempuan yang bekerja di sektor publik. Namun demikian, kata Tadjudin, meski di tahun-tahun tersebut Indonesia mendapatkan bonus demografi, negara seharusnya bisa memanfaatkan kelebihan tenaga kerja produktif tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi seperti yang pernah dilakukan oleh Korea dan Jepang di era tahun 70-an. Apabila hal ini tidak dilakukann maka tenaga kerja produktif tersebut akan dipakai oleh negara lain seperti Malaysia dan Timur Tengah. “Bila bonus demografi dimanfaatkan dengan baik, ekonomi kita bisa tumbuh 9-10 persen per tahun,” katanya.
Pasca bonus demografi, kata Tadjudin, Indonesia akan memiliki kelebihan jumlah penduduk usia lanjut seperti yang dihadapi Jepang saat ini. Bahkan di Indonesia sudah dialami oleh DIY yang memiliki penduduk lanjut usia terlantar sebanyak 36.728 jiwa. “Itulah kenapa penduduk miskin di DIY merupakan terbesar di Jawa meski tingkat usia harapan hidup tertinggi se-Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya pemerintah lebih meningkatkan tingkat pendidikan anak usia sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan menentukan tingkat perubahan sosial, akses kerja perempuan di sector publik dan menambah jenjang batas usia perkawinan.
Pengamat pendidikan Prof. Dr. Wuryadi menilai pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat belum menjadi perhatian negara. Padahal Ki Hadjar Dewantara, katanya, untuk menciptakan kepribadian dan karakter siswa membutuhkan tiga unsur pendidikan; keluarga, sekolah dan masyarakat. “Sekolah saat ini cenderung mengdepankan konsep pengajaran bukan pendidikan, belajar di sekolah sekarang seolah hanya mencerdaskan kehidupan pikiran,” katanya.
Pendidikan kepribadian dan karakter menurutnya harus dimulai dari keluarga dan didukung oleh masyarakat. Menurut Wuryadi, konsep pendidikan rakyat perlu dikedepankan dalam mendorong kemajuan pendidikan bangsa. (Humas UGM/Gusti Grehenson)