
YOGYAKARTA – Dari waktu ke waktu angka partisipasi perempuan dalam dunia kerja menunjukkan peningkatan. Namun demikian, realitas di berbagai negara masih menunjukkan adanya ketimpangan jender antara pola karier perempuan dan laki-laki. Indonesia pun menunjukkan kecenderungan yang sama. Data Bappenas menunjukkan dari 239.927 pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural, perempuan hanya berjumlah 52.800 atau 22 % dari jumlah pegawai keseluruhan.
Mengutip hasil survei mahasiswa program doktor Sekolah Pascasarjana UGM, Drs. Suyanto, M.Si terhadap pola karier dosen perempuan dua instansi perguruan tinggi negeri di Semarang, Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes), lambatnya karier perempuan disebabkan beban kerja dosen perempuan pada umumnya relatif lebih berat dari pada dosen laki-laki, karena ia bekerja di ruang domestik, ruang publik dan ruang privat.
Suyanto mengambil 263 dari 1.031 jumlah populasi dosen perempuan di kedua universitas tersebut dengan mengukur ritme karier dosen perempuan yang menurut kesimpulannya karier perempuan ditentukan dari hasil interaksi antara faktor tanggung jawab keluarga dan tanggung jawab kerja serta formasi keluarga yang bersangkutan daripada peran dukungan kelembagaan dan sumber daya. “Level karier yang tinggi menunjukkan bahwa mereka mampu menegosiasikan berbagai faktor individu, faktor keluarga dan lebih kondusif lagi disertai dukungan kelembagaan dan dukungan sumber daya yang memadai,” kata Suyanyo dalam ujian terbuka promosi doktor di Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu (24/1).
Menurut Suyanto, pimpinan dalam hal ini perlu mendukung karier dosen perempuan dengan mengkonsentrasikan kegiatan yang memacu produktivitas kerja dan peningkatan investasi di bidang human capital yang secara langsung mendukung pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. “Ritme karier sebagai satu komponen pola karier dosen perempuan bersifat kompleks karena hal itu merupakan hasil interaksi kompleks dari berbagai faktor,” jelasnya.
Ia menambahkan, semakin kuat tanggung jawab kerja perempuan maka semakin sederhana formasi keluarga. Dengan berkurangnya tanggung jawab terhadap keluarga maka bisa menegosiasikan antara tanggung jawab kerja dan menunjang karier dosen perempuan menjadi semakin baik. (Humas UGM/Izza)