Fakultas Kedokteran (FK) UGM menghimbau masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan dini terhadap Demam Berdarah Dengue (DBD). Data dari Dinas Kesehatan DIY 2014 menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir tren DBD selalu meningkat pada bulan Januari sampai dengan April.
“Kewaspadaan dini sangat penting untuk mencegah terjadinya peningkatan dan keparahan kasus DBD,” papar peneliti utama Eliminate Dengue Project (EDP) FK UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D, Senin (2/2) di UGM.
Riris mengatakan Pemerintah Propinsi DIY saat ini juga telah mengeluarkan Instruksi Gubernur No 6/INST 2/2014 mengingat kasus DBD di Indonesia meningkat dengan sangat tajam setiap 3-5 tahun sekali. Tahun 2015 ini bertepatan dengan siklus lima tahunan tersebut.
“Tahun 2005 sempat ada kejadian luar biasa (KLB). Perubahan cuaca juga berpengaruh sehingga perlu diantisipasi,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Riris menjelaskan pengembangan metode Wolbachia sebagai pendekatan alami untuk menanggulangi DBD. Wolbachia adalah bakteri alami yang mampu mengurangi kemampuan nyamuk Aedes aegypti untuk menularkan virus dengue pada manusia. Upaya ini diharapkan mampu mengurangi penyebaran virus demam berdarah.
“Wilayah penelitian kita ada di Sleman dan Bantul. Pengendalian DBD dengan Wolbachia ini diharapkan bisa jadi satu alternatif pengendalian dengue di Yogyakarta,” tegas Riris.
Sementara itu peneliti pendamping EDP, dr. Eggi Arguni, Ph.D., Sp.A berharap agar masyarakat lebih mengenali penyebaran DBD maupun gejalanya ketika telah terserang. Beberapa gejala tersebut antara lain demam tinggi dan mendadak, nyeri dirasakan di belakang mata dan bintik merah. Masyarakat juga tetap perlu melakukan aktivitas 3 M, yaitu menguras, mengubur serta menimbun potensi yang bisa menjadi sarang nyamuk.
“Di sekolah-sekolah ini juga perlu digalakan. Anak-anak bisa dianjurkan memakai losion atau repelen serta memakai celana panjang agar tidak digigit nyamuk,” tambah Eggi. (Humas UGM/Satria)