Sekolah secara khusus memegang peran penting dalam meningkatkan kesehatan jiwa yang berdampak pada kesehatan mental masyarakat. Meski begitu, kenyataan peran sekolah masih sangat sempit. Hal ini disebabkan kurikulum yang diberlakukan hanya fokus pada ranah akademik, sementara fokus untuk pemberdayaan anak agar dapat berfungsi secara baik dalam hubungan sosial belum terumuskan dengan baik.
Demikian disampaikan Prof. Harry Minas dari Melbourne University pada School Wellbeing and Children Meantal Health Workshop, di Fakultas Psikologi UGM, Senin (9/2). Workshop digelar Center for Public Mental Health (CPMH), Fakultas Psikologi UGM sebagai respon terhadap kerihatinan akan keadaan kesehatan jiwa di Indonesia.
“Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pelaku-pelaku pendidikan di Indonesia. Kita ketahui bersama permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia harus ditangani secara sistemik. Mulai dari komponen yang terkecil yaitu keluarga, kemudian komponen yang sifatnya luas seperti sekolah, sektor kesehatan pada umumnya hingga ke tataran masyarakat,” ujar Harry Minas.
Menurut Harry Minas, pekerjaan rumah yang menarik dan penting yang harus dilakukan terkait kesehatan jiwa anak adalah sekolah memberikan pemahaman terlebih dahulu tentang undang-undang perlindungan anak kepada pihak-pihak yang terkait. Sebab seringkali terjadi peristiwa pelanggaran hukum namun terabaikan akibat ketidaktahuan terhadap undang-undang tersebut.
Demikian pula dengan peran dinas pendidikan yang secara ekspliit menekankan peran sekolah dalam mempromosikan tentang kesehatan jiwa. Seperti tertera secara eksplisit dalam kurikulum, bahwa porsi untuk kesehatan jiwa harus ada alokasi budget sehingga dalam iplementasinya dapat dipertanggungjawabkan sebagai anggaran untuk mempromosikan kesehatan jiwa.
“Guru-guru dan kepala sekolah mestinya mendapat pendidikan khusus tentang kesehatan jiwa. Demikian pula dalam membuat public health policy mestinya menjadi kebijakan kementerian pendidikan,” katanya. (Humas UGM/ Agung)