Pada Tahun Akademik 2013/ 2014, jumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UGM penyusutan sebanyak 42 orang. Penyusutan ini bukan karena menurunnya peminat masuk ke FIB UGM. Sementara pada Tahun Akademik 2014/ 2015 menerima 634 mahasiswa baru dari 6.805 pelamar.
“Dengan tingkat persaingan 1: 10,7, memperlihatkan kompetisi terhitung baik dan memungkinkan FIB UGM mendapatkan bibit mahasiswa yang unggul, yakni 10 persen terbaik dari pendaftar,” ujar Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, MA, Dekan FIB UGM saat menyampaikan laporan pada puncak Dies ke-69, di fakultas setempat, Selasa (3/3).
Pujo Semedi menuturkan, penurunan jumlah mahasiswa aktif saat ini berpangkal pada beberapa perkara. Dalam tiga tahun terakhir, FIB UGM mengurangi jumlah penerimaan mahasiswa dari 806 pada Tahun Akademik 2012/ 2013 menjadi 755 pada Tahun Akademik 2013/ 2014, dan 676 mahasiswa baru pada Tahun Akademik 2014/ 2015.
Pada kurun yang sama, kata Dekan, jumlah kelulusan mahasiswa mengalami peningkatan, dari 447, menjadi 605 dan 634. Jika dihitung berdasarkan proporsi penerimaan dan kelulusan selama ini, maka FIB UGM mencapai peningkatan dari 55,5 persen pada Tahun Akademik 2012/ 2013, menjadi 80 persen pada Tahun Akademik 2013/ 2014, dan 106, 6 persen pada Tahun Akademik 2014/ 2015.
“Apabila dipertahankan, angka ini akan membuat proporsi struktur mahasiswa di FIB ‘langsing’, jumlah penerimaan setara dengan jumlah kelulusan”, tuturnya.
Sementara untuk meningkatkan kualitas akademik dan memperluas wawasan pembelajaran, FIB UGM pada tahun 2014 membuka kompetisi dana penelitian mahasiswa pascasarjana untuk melakukan riset di luar negeri. Dengan dana ini, mahasiswa mulai bisa lepas dari kungkungan geografis dan mental.
“Tentu saja tujuannya adalah agar semakin banyak mahasiswa Sastra Roman melakukan riset sastra dan bahasa Perancis di negeri berbahasa Perancis, agar mahasiswa Arkeologi dapat melakukan riset mengenai kebudayaan di Asia Daratan atau Eropa dan seterusnya”, ungkapnya.
Dalam Rapat Senat Terbuka dalam Rangka Dies Natalis ke-69 FIB UGM, ini disampaikan pula pidato ilmiah oleh Prof. Dr. Sangidu, M.Hum dengan judul “Arti ‘Air dan Ikan’ Menurut Kode Bahasa, Sastra dan Budaya”. Judul pidato ilmiah tersebut diakui sebagai buah pemikiran yang meloncat-loncat dari satu teks ke teks lainnya, terutama ketika terkait dengan kemaritiman.
“Sebagaimana dikemukakan diatas, kemaritiman adalah hal-hal yang menyangkut kelautan dan perairan, pelayaran dan perdagangan di laut. Berbicara kemaritiman tentu menyangkut sejumlah hal, diantaranya berbicara tentang laut, air, ikan, perahu, kapal, dan sejumlah hal yang berkaitan dengannya. Karena itulah, timbul pertanyaan, apakah ada kaitan kemaritiman dengan sastra?” katanya bertanya.
Berbicara sastra, kata Sangidu, menyangkut sejumlah hal yang dirasakan, dipikirkan dan dikerjakan umat manusia di muka bumi. Memang tidak dapat dipungkiri sastra akan hidup sepanjang masa, selama manusia masih hidup di muka bumi ini.
Sastrawan adalah anak bangsa yang hidup di dalamnya dan di didik olehnya. Sastrawan juga mengekspresikan sesuatu dengan media bahasa tempat ia tinggal dan menggambarkan fenomena serta problematika yang dihadapi oleh bangsanya.
“Karena itulah, sastra mewadahi seluruh aspek kehidupan umat manusia di muka bumi ini, termasuk di dalamnya aspek kemaritiman,” katanya. (Humas UGM/ Agung)