Radiologi intervensi dan teknik varian lanjutannya dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi salah satu tonggak kemajuan (mile stone) dalam dunia kedokteran. Terutama peran radiologi intervensi dalam mencegah dan penanganan stroke iskhemik, dan dalam terapi beberapa kondisi keganasan.
Menurut Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Teknologi, Kemenkes RI, Dr. Chaerul Radjab Nasution, SpPD-KGEH, FINASIM, FACP, M.Kes, dengan semakin meningkatnya penyakit tidak menular khususnya kasus jantung, stroke dan ginjal, maka potensi pengembangan radiologi intervensional sangat diperlukan. Sebagai salah satu penunjang diagnostic dan terapi, Health Technology Assesment (HTA) atau Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) radiologi intervensional sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas dan keselamatan, efisiensi biaya dan penerapan skema pelayanan jaminan kesehatan.
“Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) merupakan kegiatan lintas program di Kementerian Kesehatan RI dan lintas sektor , profesi, universitas, pakar dan sebagainya, sehingga memerlukan kolaborasi dan komitmen semua pihak pemangku kepentingan dalam pengembangan PTK”, kata nya di Auditorium FK UGM, Selasa (10/3) pada Seminar Kemajuan Mutakhir dan Peluang Pengembangan Radiologi Intervensi.
Selain membahas membahas kemajuan mutakhir dan peluang pengembangan radiologi intervensi dalam penanganan penyakit tidak menular terutama penyakit serebrovaskuler dan keganasan, seminar dalam rangka Dies Natalis FK UGM ke-69 dan HUT RSUP Dr. Sardjito ke-33 membahas pula evaluasi dan etika pengembangan dan penerapan radiologi intervensi di Indonesia. Seminar menghadirkan pembicara Brigjen CKM Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K), Dr. Bagaswoto Poedjomartono, SP.Rad(K)., Sp.KN., M.kes., FICA, Dr. Sudarmanta, Sp.Rad, Dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S(K), Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D dan Prof. Dr. Dr. Soenarto Sastrowijoto, Sp.THT(K).
Brigjen CKM Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) dari RSPAD Gatot Subroto menjelaskan terapi radiologi intervensi dapat menjadi alternatif yang menguntungkan bagi pasien, karena tindakan yang minimal invasif dan tepat sasaran dengan less risk, less pain, dan less recovery time dibanding dengan open surgery. Bahwa pengembangan teknologi kesehatan didukung dengan berbagai modalitas pendukungnya semakin membuka lebar peluang pengembangan radiologi intervensi di bidang cerebrivaskuler.
“DSA (Digital Substraction Angiography) merupakan teknik radioimaging invansif untuk melihat gambaran pembuluh darah. Teknik ini dapat dilanjutkan dengan berbagai intervensi endovaskuler seperti pemasangan stent, coil, modifikasi flushing, ataupun modifikasi lain yang dapat memperbaiki kelainan cerebrovaskuler pada pasien,” jelasnya.
Menurut Terawan Agus Putranto, cerebrovascular disease (CVD) atau penyakit serebrovaskuler merupakan kasus neurologis yang menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas. CVD menempati peringkat kedua penyakit tertinggi yang menyebabkan kematian, dan penyebab utama disabilitas jangka panjang pada orang dewasa.
“Terjadi peningkatan prevalensi stroke maupun ruptured aneurisma, data Riskesdas tahun 2013 memperlihatkan peningkatan prevalensi dari 8,3 kasus per seribu penduduk menjadi 12,1 per seribu penduduk,” katanya. (Humas UGM/ Agung)