BANTUL – Ribuan petani asal Timbulharjo Bantul menggelar kirab budaya ‘Mapak Toya’ dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, Rabu (25/3). Mengenakan busana tradisional, mereka melakukan pawai seraya membawa 17 gunungan hasil bumi sebagai simbol persembahan hasil panen yang mereka dapatkan pada tahun ini menuju bendungan irigasi kemiri. Kegiatan kirab kali ini melibatkan 16 dusun diantaranya Dusun Mriyan, Kowen, Bibis, Gatak, Ngasem, Kepek, Ngentak, Dagan, dan Tembi.
Sunardi wiro, ketua Gerakan Irigasi Bersih mengatakan kirab mapak toya atau menjemput air sebagai bagian dari gerakan irigasi bersih yang diprakarsai oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Namun demikian, kirab budaya ini sesungguhnya untuk pertama kali dilaksanakan di desa Timbulharjo melibatkan 2000an petani dari 16 dusun. “Kita akan melakukan kirab seperti bergiliran di seluruh desa di bantul untuk mensukseskan gerakan irigasi bersih ini,” kata Sunardi
Sunardi menambahkan, tujuan kirab mapak toyo ini untuk menyadarkan masyarakat tentangnya pentingnya budaya membersihkan irigasi dari sampah dengan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai. “Air yang ada di kali ini juga diperuntukan untuk pertanian,” katanya.
Kepala Desa Timbulharjo Iskandar, mengatakan ada sekitar 500-an hektar sawah yang ada di Desa Timbulharjo. Saat ini produksinya padi mencapai 7,5 ton per hektar. Oleh karena itu, lewat gerakan irigasi bersih ini diharapkan produksi padi bisa terus meningkat. “Harapannya bisa naik,” terangnya.
Peneliti Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Dede Sulaeman, mengatakan pihaknya memang menggalakkan gerakan irigasi bersih sebagai bentuk ajakan untuk membersihkan sampah di saluran irigasi. Soalnya, rata-rata sampah yang ada di Indonesia, sekitar 10 persennya berada di badan sungai. “Sisanya dibakar dan dibuang ke tempat pembuangan sampah,” tuturnya.
Meski begitu, kata Dede, pemerintah diketahui hanya mampu menangani sekitar 30-40 persen sampah secara keseluruhan. Sedangkan di daerah Bantul, kata Dede, sekitar 4-5 persen sampah yang bisa ditangani oleh pemerintah, selebihnya sampah berada di badan sungai sehingga menyumbat saluran irigasi. “FTP UGM mendorong masyarakat untuk bisa menyelesaikan masalah sendiri melalui gerakan irigasi bersih,” katanya.
Dikatakan Dede, apabila sampah di badan sungai dan di saluran irigasi ini tidak dibersihkan justru sangat membahayakan karena sampah akan menupuk di lahan sawah pertanian. Bahkan sampah-sampah seperti kantong plastik yang berada di areal persawahan bisa menyebabkan lahan menjadi kurang subur serta mengandung bahan non organik. “Itu bahan yang tidak diperlukan oleh tanah,” pungkasnya. (Humas UGM/Gustri Grehenson)