YOGYAKARTA – Tim Peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM melakukan penelitian terhadap 8 delapan peternakan unggas skala komersial yang ada di DIY. Penelitian yang dilakukan selam 1,5 tahun itu ditemukan bahwa tidak terdapat indikasi adanya virus Avian influenza (AI) H5N1 atau dikenal dengan nama flu burung. Hal itu disampaikan Dr. drh. Michael Haryadi Wibowo, M.P., peneliti mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM dalam pemaparannya yang disampaikan di University Club UGM, Kamis (26/3).
Penelitian yang dilakukan pada lokasi peternakan unggas di Kabupaten Sleman, Kulonprogo dan Gunungkidul. Berdasarkan uji HI, RT-PCR dan VI pada titer antibodi tidak terindikasi infeksi virus H5N1 pada ayam yang berumur 18-68 minggu. “Semua farm tidak terdeteksi AI,” katanya.
Tidak terdapatnya indikasi virus AI, Haryadi menengarai karena masing-masing peternakan melaksanakan proses biosekuriti dan sanitasi secara ketat serta vaksinasi secara teratur. “Biosekuriti dan vaksinasi bisa menekan kasus AI,” katanya.
Penelitian yang bekerja sama dengan peneliti dari Australia ini diketahui peternakan unggas di DIY rata-rata melaksanakan vaksinasi 2-4 kali. Berbeda dengan di Jawa barat, peternak umumnya melaksanakan vaksinasi hingga 4-6 kali. “Vaksinasi AI sebenarnya bisa dilakukan pada umur 35-40 minggu agar titer HI memadai sampai usia menjelang afkir,” katanya.
Selain itu, kata Haryadi, praktek sanitasi dan desinfeksi juga perlu ditingkatkan untuk mengendalikan penyakit yang bersifat imunosupresi. “Tentunya dengan didukung manajemen tata laksana yang baik,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Haryadi menyarankan agar peternak memperlakukan penyemprotan desinfektan pada setiap keranjang telur dan rak telur karena berpotensi sebagai sumber penularan. “Tempat telur dan rak telur seharusnya diberi desinfektan,” katanya.
Peneliti Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta drh. Hendra Wibawa, Ph.D., mengatakan sejak 2012, virus H5N1 yang dominan ditemukan pada unggas di Indonesia adalah clade 2.1.3.1 dan clade 2.3.2.1. Strategi dalam penanganan perubahan genetik dan antigenik virus ini sangat perlukan melalui tindakan vaksinasi dengan memperhatikan strain maing-masing clade, jenis vaksin lokal yang efektif dan memonitor virus secara rutin. “Tujuannya mengetahui virus yang bersirkulasi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)