![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/03/30031514277047271947400023-777x510.jpg)
Hadirnya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa membawa angin segara bagi masyarakat desa di Indonesia. Dengan adanya undang-undang tersebut, desa tidak lagi hanya menjadi obyek pembangunan, melainkan sebagai subjek yang berperan dalam merencanakan pembangunan dan mengelola keuangan desa.
Sosiolog UGM, Arie Sujito, S.Sos., M.Si., mengatakan dengan adanya UU Desa kedudukan dan kewenangan desa menjadi lebih jelas. Desa tidak lagi menjadi subsistem dari pemerintahan kabupaten kota, tetapi sebagai subsistem NKRI. “UU Desa ini memberi ruang dan akses pada desa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki, tidak tergantung pada lembaga supradesa atau kabupaten,” katanya Senin (30/3) saat Seminar Series Kepariwisataan “Dampak UU Desa Terhadap Pembangunan Wisata” di Pusat Studi Pariwisata UGM.
Menurutnya UU Desa tidak hanya akan membangun kemandirian desa, tetapi juga dapat memperkuat partisipasi warga dalam kebijakan dan penyelenggaraan desa. Selain itu dapat memperkuat pilar demokrasi desa, memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik, serta merevitalisasi modal sosial desa untuk pemberdayaan lokal. “Semua itu bisa tercapai kalau UU Desa diimplementasikan dengan benar. Sebaliknya, jika desa tidak mampu mengelola kewenangan dan keuangan dengan baik bisa terjebak korupsi, timbul perpecahan di masyarakat, kerusakan lingkungan, dan juga perilaku konsumtif,” jelasnya.
Karenanya, kata dia, pemerintah desa perlu memperkuat basis perencanaan desa yang memadai, mendorong akuntabilitas dalam tata kelola pemerintah desa, dan meningkatkan kapasitas sumber daya masyarakat dan perangkat desa. Disamping hal tersebut, program pembangunan desa diarahkan pada upaya pemberdayaan dan emansipasi warga, sedangkan praktik demokrasi desa harus beroperasi sebagai manivestasi penyelenggaraan check and balances. Sementara pengambilan keputusan yang menyangkut urusan strategis seperti investasi, pengelolaan sumber daya alam, kerjasama antardesa, dan segala hal menyangkut hajat hidup warga harus melibatkan warga dalam forum musyawarah desa. “Pengembangan ekonomi desa perlu menitikberatkan pada produktivitas, pembukaan lapangan kerja, dan kesejahteraan warga,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Arie menekankan pentingnya penyiapan pemerintah desa agar upaya penguatan desa bisa tercapai dengan baik. Menurutnya pemerintah desa perlu menyiapkan diri meningkatkan kemampuan dalam mengelola sumber daya desa untuk kebutuhan publik, mengelola keuangan desa secara transparan dan akuntable, keterampilan dalam mengimplementasikan UU Desa dan turunannya, mengelola dan memperkuat partisipasi warga dalam pembangunan desa. “CSO, pemerintah, dan pihak-pihak peduli desa perlu mengawal, membantu, mensupervisi agar tujuan penguatan desa bisa terwujud. Demikian halnya perguruan tinggi bisa membantu dalam transfer pengetahuan, mendorong tumbuhnya pengetahuan di masyarakat,” tutur Arie.
Adanya UU Desa disebutkan Arie ini perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembaharuan paradigma pembangunan desa yang berorientasi pada penguatan tradisi, pemberdayaan ekonomi, peduli lingkungan, dan tata kelola yang demokratis. Pendekatan pembangunan dilakukan dengan merevitalisasi karakter lokalitas dengan memanfaatkan modal sosial yang diharapkan dapat memperkuat emansipasi warga dalam interaksi nasional dan global. Selain itu bisa menciptakan pertumbuhan, keadilan dan pemerataan ekonomi desa, serta memlihara keseimbangan lingkungan.
Arie mengatakan kebutuhan desa untuk memperkuat pilar ekonomi membutuhkan terobosan alternatif, orientasi baru dengan memanfaatkan peluang UU Desa. Misalnya saja pengembangan desa wisata yang dapat membantu mengatasi persoalan kemiskinan, mencegah arus capital flight, memperkuat semangat ketahanan desa, menumbuhkan inovasi komunitas, dan memelihara keseimbangan ekologi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan aset desa, pengelolaan alokasi dana desa secara transparan, akuntabel, dan partisipatif, serta menggerakkan demokrasi desa untuk partisipasi warga serta kontrol pemerintah. “Desa perlu didorong jadi kreatif dan inovatif agar bisa menjadi cagar ekonomi dan kultural. Karenanya perlu sinergi berbagai pihak untuk mewujudkan keseluruhan hal itu,” terangnya. (Humas UGM/Ika)