Penerbit perguruan tinggi atau university press merupakan garis depan dari perguruan tinggi dalam mentransfer informasi ke masyarakat melalui berbagai terbitannya. Namun, saat ini belum banyak badan penerbit perguruan tinggi yang belum berkembang dengan optimal karena tidak memiliki kapabilitas dan pengalaman penerbitan yang memadai. Salah satunya karena keterbatasan sumber daya manusia dalam mengelola penerbitan.
“Kebanyakan pegawainya rangkap pekerjaan, jadi editor sekaligus layouter, bahkan ada yang tidak memilikinya sama sekali. Hal ini menghambat kemajuan penerbitan perguruan tinggi,” tutur Dr. Mutiah Amini, M.Hum., Sekretaris Badan Penelitian dan Publikasi (BPP) UGM, Selasa (31/3) di Kantor UGM Press.
Menurutnya, penerbit perguruan tinggi perlu melakukan penguatan kapasitas sumber daya manusianya meliputi editor, layouter, maupun desainer. Dengan langkah tersebut diharapkan dapat menterbitkan buku yang berkualitas.
Mutia menyebutkan editor, desainer, dan layouter memiliki peranan penting dalam sebuah penerbitan. Editor harus komunikatif sehingga gagasan penulis dapat dipahami oleh pembaca. Sedangkan desainer diharapkan bisa mendesain sampul semenarik mungkin, dan layouter harus mampu membuat tampilan halaman buku menarik dan mudah dibaca.
“Materi buku perguruan tinggi ini kan berat, jadi bagaimana supaya bisa dipahami dan enak dibaca ini harus jadi fokus perhatian,” terang dosen Jurusan Ilmu Sejarah FIB UGM ini.
Guna meningkatkan pengembangan penerbitan perguruan tinggi di Indonesia, pihaknya menyelenggarakan workshop editorial, desain, dan layout untuk penerbitan perguruan tinggi yang berada di DIY dan Jawa Tengah. Dalam kegiatan yang digelar Selasa (31/3) di UGM Press ini diikuti setidaknya 25 penerbit perguruan tinggi wilayah DIY dan Jateng. Melalui workshop kali ini diharapkan dapat mendorong penerbitan perguruan tinggi untuk lebih serius dalam mengelola lembaganya sehingga mampu menerbitkan lebih banyak buku serta berkualitas. (Humas UGM/Ika)