Kabanti Ajonga Yinda Malusa (KAYM) merupakan manifestasi dari realitas kehidupan masyarakatnya, di dalamnya terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton berupa akhlak dan sifat-sifat mulia seperti malu, malu hati (segan), takut, kasih, pelihara, dan insyaf, serta citra perempuan dan kelayakan ilmu pengetahuan bagi seseorang. Berbagai konflik, ancaman, dan persoalan kemasyarakatan yang terjadi pada masa lampau disebabkan oleh kondisi pemerintahan dan masyarakat yang cenderung bertindak tidak sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku.
“Hal ini bisa teratasi jika semua komponen masyarakat berpegang teguh pada akhlak dan sifat-sifat mulia tersebut sebagai ‘pakaian yang tidak luntur’ baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat,” papar Drs. Ali Rosdin, M.Hum pada ujian terbuka program doktor Ilmu-ilmu Humaniora (Sastra) di R. Multimedia Lt. 2 Gedung R.M. Margono Djojohadikusumo Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Rabu (8/4).
Pada kesempatan tersebut Ali Rosdin mempertahankan disertasinya berjudul “Nilai-nilai Kehidupan Masyarakat Buton: Kajian Filologi dan Sosiologi Sastra serta Suntingan Teks dan Terjemahan terhadap Naskah Kabanti Ajonga Yinda Malusa”.
Ali menjelaskan nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton yang terkandung dalam KAYM ini memperlihatkan kedaulatan jiwa dan semangat dalam membangun akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Nilai-nilai itu kemudian dikaitkan dengan situasi dan keadaan jamannya. Naskah KAYM dikarang oleh Haji Abdul Ganiu, salah seorang pengarang Kesultanan Buton yang cukup terkenal di abad ke-18.
“Nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton yang terkandung dalam KAYM perlu diapresiasi dan diungkapkan untuk memperoleh hikmah dan pencerahan mental spiritual sebagai wujud pengamalan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat pendukungnya,” tutur dosen di Universitas Haluoleo itu.
Kajian ini difokuskan dari aspek filologi dan aspek kesastraannya. Aspek filologi dimaksudkan untuk memperoleh edisi teks yang representatif dan untuk dapat dibaca oleh masyarakat luas, serta dari aspek kesastraannya mengungkapkan nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton agar dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat pendukungnya sehingga diharapkan dapat menjadi modal dasar dalam membangun kepribadian generasi Buton masa kini dan masa mendatang.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam naskah-naskah KAYM terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini berupa variasi teks tetapi tidak sampai menimbulkan perbedaan versi teks.
“Dari kritik teks dihasilkan suntingan dan terjemahan teks yang representatif sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton,” tambahnya.
Sementara itu, terkait penggunaan aksara Arab-Melayu yang diadaptasi ke dalam aksara Arab-Wolio dalam naskah KAYM dan naskah Buton lainnya, hal ini menunjukkan gencarnya proses Islamisasi di Buton pada saat itu yang tidak terlepas dengan kegiatan tulis menulis. Adaptasi ini memperlihatkan proses kreatif dan tingginya peradaban masyarakat terhadap proses intelektual dalam menyikapi perkembangan Islam. (Humas UGM/Satria)