YOGYAKARTA – Sepuluh poin hasil pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) enam puluh tahun lalu, diakui Menteri Luar Negeri, Retno L.P. Marsudi, masih sangat relevan dan berlaku hingga saat ini. Meski begitu, kerja sama antara negara Asia dan Afrika melalui pertemuan rutin belum terlembagakan dengan baik. Untuk memperkuat kembali kerja sama antarnegara Asia dan Afrika, kata Retno, pemerintah berencana mengusulkan pembentukan Asia Afrika Center. Usulan tersebut rencananya akan disampaikan pada pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika pada 19-24 April di Bandung. “Indonesia siap untuk mengusulkan pembentukan Asia Afrika Center, pusat aktivitas kerjasama, pertukaran pengetahuan dan diskusi, serta memperkuat hubungan Asia Afrika yang sudah berlangsung,” kata Retno dalam Bandung Conference and Beyond di ruang Balai senat UGM, Rabu (8/4).
Retno menegaskan pendirian Asia Afrika Center ini bertujuan memperkuat kerja sama antarpemimpin di negara Asia dan Afrika. Meski demikian, imbuhnya, usulan tersebut tidak bisa disampaikan oleh Indonesia saja namun perlu mendapat dukungan dari negara peserta lain. “Kita perlu negara lain untuk mendukung ini agar hubungan Asia Afrika makin dekat,” katanya.
Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 yang menghasilkan Dasasila Bandung, kata Retno, perlu diwujudkan dalam bentuk kerja sama yang lebih konkrit. Bahkan kerja sama Selatan-Selatan menurutnya juga musti diperkuat. “Kerja sama Selatan-Selatan dapat memberikan kontribusi bagi perdamaian dan kemakmuran dunia,” katanya.
Meski demikian, kerja sama antar negara Asia Afrika selama enam puluh tahun tidak pernah terlembagakan dalam sebuah forum pertemuan yang digelar secara rutin. Padahal sudah banyak forum pertemuan internasioanl seperti The Asia–Europe Meeting (ASEM), forum pertemuan negara Asia dan Eropa. Lalu ada APEC, forum pertemuan negara Asia Pasifik. Selanjutnya ada forum pertemuan negara Asia Timur dengan Amerika Latin, Forum for East Asia and Latin America Cooperation (FEALAC). Oleh karena itu, menurutnya, negara-negara di Asia dan Afrika perlu membentuk forum untuk menjembatani hubungan kerja sama yang lebih erat di berbagai bidang. “Kita membutuhkannya?ya. Kerja sama antara Asia dan Afrika harus diperkuat,” katanya.
Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan jelang peringatan 60 tahun KAA di Bandung, pemerintah RI perlu mendorong kerja sama antar masyarakat di kawasan Asia dan Afrika. Beberapa isu yang perlu diangkat dalam pertemuan itu, menurut Dwikorita, yakni kerja sama pertukaran pengetahuan dan teknologi, konsep pembangunan berkelanjutan dan memperkenalkan kearifan lokal masyarakat Asia.
Pengamat Hubungan Internasional dari American University Prof. Dr. Amitav Acharya mengatakan gagasan pelaksaan Konferensi Bandung pada enam puluh tahun lalu murni dari Indonesia selaku tuan rumah. Namun pertemuan tersebut disokong penuh oleh empat negara lainnya, yakni India, Pakistan, Sri langka, dan Burma. “Ini murni ide dari Indonesia, tidak akan berjalan tanpa dukungan negara-negara ini,” katanya.
Amitav mengatakan ada 29 negara yang mengikuti Konferensi Bandung saat itu. Pertemuan tersebut awalnya akan digagalkan oleh Amerika Serikat dan Inggris karena kehawatiran akan ancaman meluasnya pengaruh paham komunis dan hilangnya negara jajahan Inggris karena tuntutan untuk merdeka. “Ada ketakutan dan propaganda yang dilakukan Inggris dan Amerika,” ungkapnya.
Meski begitu, konferensi Bandung tersebut tetap berjalan lancar dan menghasilkan beberapa poin penting diantaranya menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi dan pengakuan akan hak asasi manusia. (Humas UGM/Gusti Grehenson)