![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/06041514282966631352289095-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Belum tersedianya informasi spasial bencana alam menjadi penyebab masih buruknya manajemen bencana di Indonesia. Padahal ketersediaan informasi spasial dan infrastruktur data spasial kebencanaan mampu mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan.
Pada kasus tanggap darurat letusan Gunung Merapi 2010 lalu, diteliti ada 36 institusi yang bekerja melaksanakan masa tanggap darurat bencana berdasarkan hirarki wilayah kerjanya, baik di tingkat lokal, nasional dan regional. Berdasarkan penilaian kesiapan terhadap 30 parameter Infrastruktur Data Spasial (IDS), institusi yang sangat baik mengimplementasikan IDS adalah BIG dan BNPB. “Pada level DIY, yang telah baik mengimplemetasikan IDS adalah Bappeda Sleman dan Bappeda DIY,” kata Dosen Fakultas Geografi UGM Taufik Hery Purwanto, S.Si., M.Si dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (11/4).
Meski ketersediaan data spasial untuk manajemen bencana dalam masa tanggap darurat bencana alam letusan Gunung merapi di DIY dinilai baik, namun 92 % institusi tersebut belum menggunakan standar data dan metada data. “Aksesibilitas data spasial masih lemah karena hanya 29,63% basis data digital yang dapat diakses melalui internet. Bahkan kegunaan data spasial masih belum baik karena 41,67% institusi yang menggunakannya untuk analisis kebencanaan,” katanya.
Menurut Taufik, kendala yang dihadapi institusi di DIY dalam penerapan infrastruktur data spasial adalah lemahnya akurasi posisi, akurasi tematik, database management system, kemudahan akses data, sistem metadata yang digunakan, ketersediaan metadata serta kelembagaan.
Menurutnya, di masa mendatang diperlukan penyediaan data dan informasi spasial khususnya terkait tanggap darurat letusan Gunung Merapi di DIY yang berkualitas, mudah diakses dan dintegrasikan untuk perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan dalam tahap tanggap darurat. “Data spasial ini sangat membantu dalam kecepatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, semakin cepat keputusan diambil dapat mengurangi risiko,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)