Negara mengalami banyak ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur. Diantaranya infrastruktur pangan, kelautan, energi, dan industri. Ketertinggalan tersebut tidak saja membuat mobilitas orang dan barang terhambat, namun dalam kacamata yang lebih luas telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperburuk ketimpangan antar-daerah dan golongan.
Pertumbuhan ekonomi pun jauh dibawah. Hal tersebut mengakibatkan potensi daerah-daerah pinggiran dan pelosok sulit bertumbuh. Masyarakat yang sudah tertinggal semakin tertinggal, dibanding mereka yang tinggal dan berkembang di perkotaan dan pusat-pusat pembangunan ekonomi dan pendidikan.
“Salah satu tantangan pemerintah sekarang ini bagaimana mempercepat pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur yang sudah jauh tertinggal dari kebutuhan nyata pembangunan nasional,” papar Budi Karya Sumadi, Ketua Harian Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada dalam diskusi Teras Kita bertajuk “Infrastruktur : Membongkar Sumbatan Perekonomian Indonesia”.
Dalam diskusi hasil kerjasama Kagama dan Kompas Komunitas dan Jaringan Radio Sonora, di Resto Solaria, F1 Mall, Senayan Jakarta Sabtu (25/4), hadir sebagai narasumber Dr. Ir. Basoeki Hadimoeljono, M.Sc, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dr. Hendri Saparini, Peneliti dan Konsultan di bidang Ekonomi dan Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia.
Selain memaparkan secara ringkas pokok-pokok kebijakan, Mentri Basuki Hadimuljono dalam kesempatan ini menyampaikan beberapa langkah yang telah dan akan diambil pemerintah dalam bidang pembangunan infrastruktur. Seperti pengambil alihan beberapa proyek tol lintas Jawa, dan tetap akan mempertimbangkan langkah yang sama untuk ruas-ruas tol yang lain.
Untuk tol lintas Sumatra yang totalnya 2000-an kilometer, menurut Basuki Hadimuljono, pembangunan di beberapa ruas telah mulai dilaksanakan. Pembangunan ini, menurutnya guna mengatasi disparitas dan konektivitas antarwilayah, sekaligus menjadi basis pendekatan dalam menentukan prioritas proyek-proyek infrastruktur transportasi.
“Kurang-lebih 80 persen proyek infrastruktur sudah dilelang. Sementara beberapa proyek ruas jalan tol sedang dipercepat untuk mengantisipasi arus mudik lebaran 2015,” tutur Basuki, Alumni Fakultas Teknik UGM.
Basuki mengungkap pemerintah saat ini memang telah mengambil alih pelaksanaan beberapa proyek mandek atau melambat. Banyak pihak menyambut baik atas langkah yang diambil pemerintah tersebut, mengingat upaya semacam ini dapat menjadi pertimbangan bagi banyak proyek lain yang mengalami kemacetan.
Atas langkah tersebut, Agus Pambagyo mengingatkan peran optimal pemerintah daerah dan Kementerian Dalam negeri. Keduanya diharapkan terlibat sedari dini, sebab jika tidak akan menyulitkan dalam pencapaian target pelaksanaan.
Sementara itu, Hendri Saparini menekankan pentingnya pembedaan infrastruktur yang menjadi hak warga negara dan infrastruktur yang dapat diperebutkan atau dibeli. Pemerintah perlu memprioritaskan infrastruktur jenis pertama untuk mempercepat pencapaian target pembangunan manusia.
“Selebihnya Pemerintah perlu memberdayakan kekuatan-kekuatan pasar domestik untuk pembangunannya,” katanya.
Dalam akhir diskusi ini, Kagama berharap prioritas pembangunan infrastruktur yang telah dicanangkan pemerintah seperti proyek pembangunan tol laut, infrastruktur ketahanan pangan, pembangkit listrik 35 ribu megawatt dan 13 kawasan industri dapat segera dilaksanakan. Karena itu, semua lini pemerintah, baik pusat maupun daerah dapat bahu-membahu merealisasikan target-target tersebut.
Meski target-target tersebut tidak mudah untuk diwujudkan, namun pemerintah dinilai memiliki modal lebih dari cukup untuk mencari terobosan maupun mengatasi hambatan. Dukungan politik yang luas serta ketersediaan ruang fiskal yang relatif memadai, adalah dua modal nyata yang dimiliki pemerintah saat ini, dan semua terpulang pada political will serta kapasitas pengelolaan pemerintahan. (Humas UGM/ Agung)