Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) masih menjadi salah satu persoalan gizi utama di Indonesia. Survei nasional pemetaan GAKI tahun 1998 menunjukkan bahwa prevalensi gondok sebesar 9,8 persen dan sekitar 17 juta penduduk tinggal di derah gondok endemik dengan cakupan kapsul iodium rendah sehingga potensi lahir anak kretin baru masih tinggi. Kurangnya asupan iodium dalam tubuh dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang berimplikasi pada penurunan kualitas sumber daya manusia.
dr. Suryati Kumorowulan, M.Biotech menyebutkan program penanggulangan GAKI di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1970-an dengan memberikan iodium dosis tinggi yaitu 200 mg yang dikenal sebagai kapsul minyak beriodium. Meskipun demikian, prevalensi gondok masih menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun. Dari hasil evaluasi proyek IP GAKI tahun 2003 di 28 provinsi memperlihatkan prevalensi gondok endemik meningkat menjadi 11 persen. Bahkan diikuti dengan peningkatan nilai median eskresi iodium urin sebesar 229µg/L. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan median kadar Urien Iodium Excretion (UIE) diatas kebutuhan yakni 224µg/L dengan 21,9 persen dengan kandungan UIE lebih dari 300µg/L atau exses. “Hal ini menunjukkan bahwa asupan iodium sudah cukup bahkan berlebih dan menimbulkan gejala hipertiroid, namun masalah gonduk masih cukup besar di sejumlah daerah serta masih lahir kretin baru,” paparnya saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Kedokteran UGM, Kamis (30/4).
Kepala Instalasi Balai Litbang GAKI Magelang ini menilai penghentian penggunaan kapsul iodium sejak tahun 2009 lalu oleh pemerintah merupakan langkah yang tepat. Dari penelitian yang dilakukannya diketahui terjadi penurunan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) serta perubahan kadar FreeT4 setelah diberi intervensi dengan kapsul iodium baik 200 mg maupun 400 mg. Penelitian dilakukan terhadap 105 wanita usia subur yang dibagi dalam tiga kelompok intervensi. “Pemberian kapsul minyak beriodium boleh diberikan asal terjadi kekurangan hormon tiroid dan harus dipantau secara laboratorium,” tandasnya.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan iodium, dapat memanfaatkan sumber iodium lainnya sebagai pengganti kapsul minyak beriodium. Salah satunya adalah abon ikan tuna karena efek pemberian abon ikan tuna mampu menurunkan kadar TSH dan merubah kadar FreeT4 setara dengan kapsul iodium 400mg. “Akan tetapi perlu berhati-hati jika seseorang terus menerus mengkonsumsi abon ikan tuna karena juga berisiko menderita hipertiroid,” jelasnya.
Suryati menyebutkan dari hasil penelitiannya memperlihatkan adanya polimorfisme gen hTRβ dengan prevalensi alel dominan homozigot EAβ H+/+ sebedar 74,72 persen dan alel heterozigot sebesar 21,97 persen. Sedangkan polimorfisme gen hTRβ tidak berpengaruh pada fungsi tiroid dilihat dari kadar TSH dan FreeT4. “Jadi perubahan fungsi tiroid karena pengaruh intervensi sumber iodium,”tuturnya.
Mempertahankan disertasi berjudul “Perubahan Fungsi Tiroid Setelah Intervensi Berbagai Sumber Iodium dan Polimorfisme Gen hTRβ pada Wanita Usia Subur”, Suryati juga menyampaikan perlunya diversifikasi pengolahan produk bahan pangan yang kaya akan sumber iodium. Ikan laut seperti ikan tuna dapat diolah menjadi aneka panganan seperti bakso, nuget, kerupuk dan lainnya. “Diversifikasi pangan penting dilakukan agar masyarakat tidak mengalami kebosanan saat mengkonsumsi makanan,” tutupnya. (Humas UGM/Ika)