Prof. Dr. Agus Heruanto Hadna, SIP, M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Kebijakan Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Dalam upacara pengukuhan yang berlangsung Kamis (22/2) di Balai Senat UGM, ia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Inovasi Kebijakan dan Ketimpangan Sosial Ekonomi”. Studi tentang inovasi kebijakan, tuturnya, adalah salah satu studi kebijakan publik yang berkembang di era digital.
“Latar belakang pemilihan judul pidato pengukuhan guru besar yang saya sampaikan ini berawal dari kekaguman saya dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan studi Kebijakan Publik yang terjadi secara dinamis sebagai akibat perkembangan teknologi digital. Namun di sisi lain, saya juga memiliki kecemasan terhadap pertanyaan saya, apakah inovasi kebijakan mampu meningkatkan kesejahteraan semua golongan dalam masyarakat,” ucapnya mengawali pidato.
Agus menuturkan, dalam satu dekade terakhir kata “inovasi” marak digunakan oleh pejabat publik, politisi, pengusaha, akademisi, dan bahkan masyarakat umum. Inovasi telah menjadi terminologi umum yang menguasai pemikiran, sikap dan tindakan dari banyak pihak dalam menyikapi perubahan zaman, khususnya dampak dari munculnya teknologi digital. Pemerintah pun menyikapi dengan membuat berbagai macam inovasi kebijakan di banyak sektor publik.
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah publikasi dan tagar media sosial terkait inovasi kebijakan pun terbilang cukup tinggi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan durasi data antara bulan November 2019 sampai dengan Desember 2022 menunjukkan bahwa tagar #InovasiPelayananPublik muncul dengan frekuensi sebesar 5.056 dan paling banyak digunakan dalam diskusi inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi pelayanan publik mendapat sorotan dan perhatian yang sangat besar dari masyarakat dalam dua tahun terakhir.
Studi inovasi ini juga telah mendorong perubahan yang sangat pesat di berbagai bidang pemerintahan. Hampir semua aspek dalam kebijakan publik tidak bisa menghindar dari sentuhan inovasi. Tahapan dalam proses kebijakan (agenda setting—formulasi—implementasi— evaluasi—perubahan kebijakan—terminasi kebijakan), riset kebijakan yang menjadi penopang evidence-based policy, gaya kepemimpinan, teknik pengambilan keputusan, keterlibatan publik, kualitas program, penentuan kelompok sasaran, difusi, hingga teknik advokasi kebijakan, telah mengalami perkembangan pesat sebagai sebuah keilmuan dan sekaligus praktek kebijakan.
“Keterkaitan antara inovasi dan kebijakan yang erat telah memunculkan konsep policy innovation. Bahkan beberapa pakar menyebut bahwa kajian dalam studi inovasi berasal dari studi kebijakan sebagai sebuah science,” paparnya.
Agus melanjutkan, analisis secara teoritis menjelaskan bahwa inovasi kebijakan bisa memiliki dua sisi mata pisau yang menghasilkan dampak berlawanan. Pada sisi positif, inovasi kebijakan mampu mendorong perubahan sosial yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi pada sisi yang lain justru bisa menimbulkan dampak negatif dimana salah satunya adalah mendorong ketimpangan sosial ekonomi di antara kelompok dalam masyarakat.
Pengalaman negara lain menunjukkan beberapa variabel kunci yang menjadi penyebab ketimpangan meskipun inovasi ditingkatkan. Faktor industrialisasi dan urbanisasi jika tidak diimbangi dengan kapasitas SDM yang memadai akan memicu ketimpangan. Demikian halnya faktor globalisasi dan pertumbuhan sektor keuangan jika tidak diimbangi dengan institusi dan governance yang kuat akan meningkatkan ketimpangan.
“Sejarah di Indonesia yang hingga saat ini belum mampu menyelesaikan inequality, maka akan sangat berbahaya jika inovasi kebijakan hanya mempertimbangkan sepenuhnya aspek pasar. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperdalam dan memperluas literasi publik tentang kebijakan sehingga publik tidak mudah ditipu oleh kebijakan siapa pun dari rezim yang berkuasa,” pungkasnya.
Penulis: Gloria
Fotografer: Donnie