Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan prinsip ekonomi syariah. Menurut data Kementerian Keuangan RI, Indonesia telah mencapai peringkat ke-4 di antara negara-negara yang juga menerapkan ekonomi syariah, seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Saudi Arabia. Oleh karena itu, Bank Indonesia menginisiasi terbentuknya kerangka kebijakan baru yang disosialisasikan bersama Fakultas Hukum UGM dengan tema “Kebijakan Syariah Bank Indonesia dalam Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Sistem Pembayaran” pada Kamis (5/10).
“Perbedaan bank syariah dengan bank lainnya, ini dari segi fungsi sosial. Selain karena sistem bank konvensional itu berpotensi menghimpun riba, yang haram dalam Islam, bank syariah hadir sebagai alternatif. Dan fungsi sosialnya di sini yakni menyalurkan keuangan yang sifatnya tidak profit yaitu menerima dana zakat, infaq, sedekah, hibah, kepada organisasi pengelola zakat,” ucap Dr. Yulkarnain Harahap, S.H., M.Si, Dosen Departemen Hukum Islam, Fakultas Hukum UGM. Sebagai salah satu negara dengan mayoritas umat muslim terbanyak, negara memiliki kewajiban untuk memfasilitasi kebutuhan umat beragama dalam sistemnya.
Meskipun ekonomi syariah telah diterapkan bertahun-tahun, namun masih perlu disosialisasikan lagi pada masyarakat. Mengingat sistem zakat dalam ekonomi syariah tidak sama dengan sistem perpajakan, sehingga dibutuhkan kesadaran dari masing-masing individu untuk mengeluarkan zakat. Di sinilah peran Bank Indonesia untuk menguatkan kembali akan pentingnya ekonomi syariah. Yulkarnain menambahkan, sistem ekonomi syariah tidak bisa hanya dikelola oleh Bank Indonesia, karena memerlukan peran-peran lembaga zakat, shodaqoh, dan lain-lain yang tersebar di komunitas masyarakat.
Puji Lestari dari Departemen Ekonomi Syariah Bank Indonesia juga mengamini pendapat tersebut. Ia menyebutkan, perlu adanya integrasi antara keuangan komersial dan keuangan sosial. “Contoh juga bagaimana BI menjalin integrasi antara keduanya adalah misalnya kita mendorong bank sebagai nazhir (penerima wakaf). Kalau selama ini dilakukan oleh lembaga non keuangan. Ini juga kami dorong bersama otoritas terkait,” ucapnya.
“Peran Bank Indonesia ini secara umum memang menjaga dan mengatur dinamika ekonomi Indonesia, khususnya di bidang keuangan. Tujuan BI sekarang ada penambahan, jadi selain untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter berkelanjutan, mengatur sistem pembayaran, sekarang juga menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial. Kalau dalam konteks syariah, ini perlu dikaji, tantangan dan hambatannya seperti apa,” ungkap Puji. Insentif makroprodensial adalah kebijakan untuk mendukung pemulihan sektor-sektor ekonomi dengan memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan pada sektor prioritas.
“Kalau dari segi domestik, memang ada kebutuhan produk halal ini meningkat dengan kesadaran masyarakat menggunakan produk halal. Dan kalau di ranah global itu adalah bagaimana kita bisa menguasai Global Sharia Market. Karena negara-negara di dunia itu juga ternyata berlomba-lomba mendominasi ya,” tambahnya.
Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dikembangkan di sektor ekonomi syariah, sepanjang tahun 2020-2023. Pertama, pertumbuhan usaha syariah yang masih rendah. Kedua, pangsa pembiayaan syariah masih kecil, dan literasi ekonomi syariah belum mendorong halal lifestyle. Ketiga hal tersebut diharapkan dapat memberikan hasil signifikan di tahun 2024 mendatang.
Penulis: Tasya