Berkembangnya Artificial Intelligence (AI) telah menyebabkan disrupsi di berbagai sektor. Pemerintah pun mencanangkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) sejak tahun 2020. Langkah ini ditetapkan untuk menghadapi perkembangan AI di berbagai sektor, seperti bidang usaha, pendidikan, sosial, bahkan keamanan.
Belum lama lalu, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM kembali mengadakan diskusi untuk mengelaborasi kembali penerapan Stranas KA bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dalam serial Digital Expert Talk #19 bertema “AI IOI: Potensi dan Implementasi AI di Berbagai Sektor”. Menurut Hario Bismo Kuntarto, S.Kom, M.Sc., Ketua Tim Tata Kelola Sistem Elektronik dan Ekonomi Digital, Kemenkominfo RI, komitmen pemerintah diwujudkan melalui serangkaian panduan etik AI yang akan diluncurkan akhir tahun ini.
“Kami sedang merumuskan panduan etik penggunaan AI yang didasarkan pada rekomendasi-rekomendasi yang masuk ke Kominfo. Mulai dari inklusivitas, kemanusiaan, demokrasi, transparansi, keamanan, kredibilitas dan akuntabilitas. Jadi ini adalah prinsip etik yang kita coba lihat,” tutur Hario. Rumusan ini nantinya akan menjadi acuan bagi pelaku usaha dan segala aktivitas yang memanfaatkan AI. Tentunya rumusan ini akan terus dikembangkan seiring dengan berkembangnya teknologi di masa depan.
Hario menambahkan, Kominfo menyadari bahwa ketidaksiapan pengguna atau masyarakat akan perkembangan teknologi akan memunculkan berbagai persoalan. Namun untuk membuat masyarakat siap sekalipun, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Untuk itu, sikap adaptif terhadap segala perkembangan teknologi menjadi kunci untuk menghadapi tantangan zaman.
“Hadirnya Stranas KA ini dan partisipasi aktif pemerintah di berbagai forum menjadikan pemerintah aktif melihat ekosistem yang ada dalam perkembangan AI. Kita bersifat terbuka untuk membuat kebijakan,” tambahnya.
Merespons isu perkembangan AI, UGM sebagai salah satu instansi pendidikan turut mendukung kesiapan masyarakat, khususnya tenaga kerja dalam menggunakan AI. Hal ini diimplementasikan melalui Program Studi Magister Kecerdasan Artificial, Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika (DIKE), yang telah dibuka sejak tahun lalu. Program ini juga merupakan bentuk komitmen UGM untuk tetap berpedoman pada Tridarrma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran. Hingga saat ini, Magister Kecerdasan Artificial telah meluluskan banyak ahli AI yang fokus mengembangkan AI di berbagai bidang.
“Kami juga melakukan kolaborasi penelitian dengan banyak instansi lainnya. Contohnya ini di bidang kesehatan. Jadi kami dari UGM ikut membantu penggunaan AI di platform-platform rumah sakit. Sejauh ini kita juga sudah memiliki Laboratorium Sistem Cerdas, jadi khusus untuk meneliti AI. Dan profesor AI pertama di Indonesia itu ada di lab kami (Dr. Sri Mulyana, M.Kom),” ucap Afiahayati, S.Kom., M.Cs, Ph.D, Dosen DIKE, FMIPA UGM. Pengembangan AI harus terus dikawal oleh tiga elemen utama, yaitu pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat. Kerja sama dan kolaborasi tidak cukup hanya dilakukan oleh keempat elemen tersebut, namun juga diperlukan kerja sama antar lintas disiplin dan sektor untuk mewujudkan kesiapan AI yang matang dan berkelanjutan.
Penulis: Tasya
Foto: Unesco