Puluhan peneliti, dosen, dan mahasiswa dari berbagai negara terlihat memainkan gamelan di selasar Fakultas Filsafat UGM, Selasa (9/7). Dengan antusias mereka menabuh kendhang, saron, bonang, dan gong mengikuti arahan sang pelatih. Mereka adalah para peserta Konferensi AAS-in-Asia 2024, konferensi yang diselenggarakan Association for Asian Studies bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada.
Konferensi AAS-in-Asia yang berlangsung pada tanggal 9-11 Juli mendatang menjadi wadah bagi para akademisi yang menekuni kajian-kajian tentang Asia untuk bertukar pikiran dan membangun koneksi. Lokakarya Gamelan sendiri menjadi salah satu agenda khusus dari Konferensi AAS-in-Asia, yang bertujuan untuk menghadirkan pengalaman yang unik dan berharga bagi para akademisi dunia.
“Ini adalah kali pertama saya memainkan gamelan, dan rasanya sangat menyenangkan. Saya mendapat pengajar yang sangat baik sehingga bisa langsung mengikuti, dan saya jadi tertarik untuk belajar lagi di kesempatan yang lain,” tutur Mark Iñigo Tallara, salah satu peserta dari De La Salle University Filipina.
Pelatihan gamelan ini digelar dalam dua sesi. Sesi pertama yang dimulai pada pukul 10.00 WIB diikuti 16 peserta dengan memainkan lagu Lancaran Gugur Gunung, sedangkan sesi kedua pada pukul 13.30 WIB diikuti lebih dari 20 peserta dengan memainkan lagu Suwe Ora Jamu. Jumlah alat musik yang terbatas, membuat para peserta harus dibagi menjadi dua sesi dan bergiliran memainkan alat musik yang tersedia.
Sama halnya dengan Mark, bagi kebanyakan peserta, ini merupakan pengalaman pertama mereka memainkan alat musik gamelan. Namun ada juga sejumlah peserta yang pernah belajar gamelan dan tembang Jawa sebelumnya. Mereka pun tergabung dalam kelompok karawitan, bahkan menjadi pengajar gamelan di negara mereka masing-masing.
Salah satu peserta yang cukup menarik perhatian dalam pelatihan ini adalah Ilaria Meloni, akademisi dari La Sapienza University of Rome Italia yang dengan lancar menyanyikan tembang berbarengan dengan iringan gamelan. Ia mempelajari gamelan dan tembang Jawa saat menjalani studi di Institut Seni Yogyakarta beberapa tahun lalu, dan hingga saat ini masih aktif menekuni kesenian tersebut di berbagai kesempatan.
“Saya masih sering bermain gamelan setiap saya ada kesempatan untuk datang ke Indonesia. Senang juga melihat rekan-rekan dari berbagai negara mendapat kesempatan untuk belajar gamelan. Meski awalnya agak takut karena belum mengenal alat musiknya, tetapi setelah belajar jadi bisa menikmati,” ucapnya.
Rona Utami, S.Fil., M.A. selaku panitia penyelenggara mengatakan salah satu fokus kegiatan Konferensi AAS-in Asia adalah untuk menghadirkan pengalaman yang menyenangkan selama mereka berada di Indonesia. “Kebanyakan dari mereka juga sudah tahu tentang Indonesia, sehingga banyak juga yang kemudian tertarik untuk mencoba salah satu seni tradisional Indonesia yaitu gamelan,” terang Rona.
Selain pelatihan gamelan, di Fakultas Filsafat juga akan diselenggarakan Lokakarya Kaligrafi Jawa, Arab, China, dan Korea pada Rabu (10/7) mendatang atau pada hari kedua penyelenggaraan Konferensi AAS-in-Asia. Lokakarya yang diisi dengan sesi diskusi dan pelatihan ini akan menghadirkan narasumber dan praktisi kaligrafi dari berbagai negara, dan dapat diikuti oleh para peserta konferensi.
Reportase: Humas Fakultas Filsafat UGM
Editor: Triya Andriyani